Perlawanan Karyawan Bantuan

Edisi: 39/29 / Tanggal : 2000-12-03 / Halaman : 82 / Rubrik : INVT / Penulis : , ,

AHMAD RIZAL pernah bekerja di Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya). Bukan sebentar: 22 tahun. Namun, ketika ia kemudian dipecat beberapa tahun silam, ia santai saja. "Keluar dari kerja adalah hal yang lumrah," kata pria berusia 41 tahun ini dengan nada datar.

Menjadi karyawan PAM Jaya sempat merupakan hal yang membanggakan Rizal. Sebab, ia diterima bekerja saat masih duduk di bangku kelas dua Sekolah Teknik Menengah (STM) Jakarta. Sebagai anggota staf inkaso (bagian penagihan) di Kantor Cabang Cempakaputih, Jakarta Timur, saat itu ia sudah bergaji Rp 14.600 per bulan.

Selama bekerja di PAM Jaya pula, ayah tiga orang anak ini menyelesaikan kuliah di Sekolah Tinggi Ekonomi. Karirnya terus menanjak. Sebelum keluar, Rizal adalah salah satu staf pemasaran di rayon Latumenten, dengan gaji Rp 1,6 juta per bulan.

Karirnya di PAM Jaya mulai oleng saat terjadi swastanisasi PAM Jaya, Juni 1997. Rizal termasuk salah seorang yang tidak setuju dengan privatisasi perusahaan air milik Pemerintah DKI itu. Apalagi, prosesnya tidak transparan dan perusahaan swastanya adalah kroni penguasa Orde Baru.

Sekitar sebulan setelah swastanisasi, Rizal ditransfer sebagai karyawan PAM Jaya yang diperbantukan di Palyja. Posisinya pun berubah. Rizal dipindahkan ke bagian dokumentasi dan pemetaan, tanpa ada penjelasan tentang deskripsi kerja di pos baru itu. Akibatnya, Rizal, yang biasa bekerja di lapangan, harus nongkrong di kantor setiap hari tanpa ada pekerjaan yang jelas, mulai pukul…

Keywords: -

---

Foto Terkait