Setelah 'clash' Internal Barat

Edisi: 01/31 / Tanggal : 2002-03-10 / Halaman : 86 / Rubrik : AK / Penulis : Makarim, Nono Anwar , ,


PERANG pada abad ke-17 berlangsung di antara para pangeran, raja, dan kaisar Eropa—mereka semua sesama Barat. Dari peperangan itu, lahirlah negara kebangsaan. Satu setengah abad kemudian, perang berkobar antarbangsa, tapi masih tetap Barat lawan Barat. Sejak Revolusi Oktober 1917, peperangan mengambil bentuk konflik ideologi, antara fasisme-nazisme, komunisme, dan demokrasi liberal. Semuanya ideologi Barat. Itu sebabnya semuanya disebut "Perang Saudara Dunia Barat". Begitulah yang dicatat Samuel Huntington dalam The Clash of Civilizations.

Ia menyoroti tiga peradaban: Barat, Islam, dan Konghucu. Setiap rumpun peradaban mempunyai persamaan bahasa, sejarah, agama, adat, pelembagaan budaya, dan persepsi atas identitas dirinya sendiri. Menjelang akhir abad ke-20, Uni Soviet ambruk dan Perang Dingin berakhir. Sejak saat itu, politik internasional bergeser dari tahap internal Barat ke tahap "Barat" lawan "Non-Barat" dan "Non-Barat" lawan "Non-Barat".

Dalam gelombang globalisasi yang kemudian melanda dunia, uang, orang, dan barang seakan bekerja sama merobohkan perbatasan antarnegara. Interaksi di antara orang dari berbagai peradaban berlangsung lebih intensif. Makin intensif pergaulan antar-orang, kian sadar orang akan perbedaan budayanya dengan budaya orang lain. Pertumbuhan ekonomi, modernisasi, dan perubahan sosial memperlemah kedudukan negara kebangsaan sebagai sumber jati diri.

Di celah kelemahan negara-bangsa tersebut, masuklah agama, sering kali dalam bentuk fundamentalisme. George Weigel berbicara tentang "desekularisasi dunia" dan Gilles Kepel menyebut "la revanche de Dieu" (pembalasan Tuhan). Agama mempersatukan kebudayaan dan melintasi batas negara kebangsaan. Kemudian tampak pengelompokan yang lebih besar, yaitu peradaban. Peradaban yang satu berbeda dari peradaban lainnya dalam hal pandangan mengenai hubungan antara Tuhan dan manusia, individu dan kelompok, warga negara dan negara, orang tua dan anak, suami dan istri, kebebasan dan kekuasaan, persamaan dan hierarki, serta dalam perimbangan antara hak dan kewajiban.

BARAT VERSUS SEMUA

Menurut Huntington, upaya Barat memaksakan demokrasi liberal, dominasi militernya, dan kepentingan ekonominya pada peradaban lain mengundang perlawanan. Bentrokan peradaban telah terjadi pada tingkat mikro dan makro. Di tingkat mikro, itu berupa perebutan wilayah dan kekuasaan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain. Indonesia dan bekas Yugoslavia tidak asing lagi terhadap gejala ini. Pada tingkat makro, negara-negara berpacu mencapai puncak kekuasaan militer dan ekonomi, menguasai lembaga-lembaga internasional, dan mempromosikan nilai-nilai politik dan agamanya.

Bentrokan antara Barat dan Islam bukan soal…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Antara Solar dan Solar
1994-06-18

Pilot project diterjemahkan pilot proyek, atau status simbol asal kata symbol status. penerjemahan seperti itu…

I
INDONESIA DIINTERVENSI?
2003-01-12

Kemungkinan intervensi militer terhadap indonesia bukan isapan jempol. kemelut timor timur telah membuktikannya. di luar…

K
KITA MENGUNDANG INTERVENSI ASING?
2003-01-12

Banyaknya konflik internal telah dan akan mengundang intervensi asing ke indonesia. tapi tudingan mungkin lebih…