Asrul Sani: "film Tak Bisa Menggantikan Fungsi Kiai"

Edisi: 36/29 / Tanggal : 2000-11-12 / Halaman : 81 / Rubrik : LAY / Penulis : , ,

SEBUAH desa nun di sebuah tempat tak bernama. Asap dan debu menyelimuti tubuh dan muka. Syak wasangka dan kecemburuan mengangkangi perilaku manusia. Sang guru muda Ibrahim datang dengan upaya sebuah pembaruan dalam pengajaran agama. Sang guru tua cemburu dengan karisma yang muda; istrinya yang kesepian malah terpincut. Apa yang kemudian terjadi? Fitnah yang bertubi-tubi.

Film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya sutradara Chaerul Umam dan ditulis oleh Asrul Sani ini diganjar Piala Festival Film Indonesia 1973 untuk Skenario Terbaik. Film yang diperankan dengan baik oleh El Manik, Dewi Irawan, Soekarno M. Noor itu sebetulnya pernah dibuat dengan pengarahan Asrul Sani sebelum tahun 1960-an, dengan film hitam putih.

Kini film itu-bersama Al Kautsar yang juga ditulis oleh Asrul Sani-sudah menjadi klasik dan tak mengherankan jika terpilih untuk diputar di Jakarta International Film Festival sebagai bagian dari festival Issues on Contemporary Islamic Cultures.

Setelah menghasilkan 14 buah film dan 50 buah skenario, Asrul Sani, yang juga dikenal sebagai penyair, esais, dan budayawan itu, pada sebuah sore beristirahat dari kesibukannya menulis skenario sinetron untuk berbincang dengan Leila Chudori dan Purwani Prabandari dari TEMPO di rumahnya yang asri di Jakarta. Berikut petikannya.

Film Anda diikutsertakan dalam Festival Film Negara Berkebudayaan Islam. Sebenarnya, adakah definisi film Islam?

Saya hampir tak pernah menggunakan istilah film Islam. Film adalah bagian dari suatu kebudayaan. Kebudayaan dipahami bukan sebagai benda, tetapi lebih sebagai kata kerja, jawaban yang diberikan oleh seseorang terhadap tantangan yang hadir pada suatu saat di suatu tempat. Jadi, selama ini kita diajar bahwa kebudayaan sebagai benda seperti candi. Tetapi payung juga kebudayaan. Pembuat payung…

Keywords: -

---

Foto Terkait