Indra Widjaja: "kami Akan Melepaskan Bii"

Edisi: 52/30 / Tanggal : 2002-03-03 / Halaman : 45 / Rubrik : WAW / Penulis : Siahaan, Febrina M.


INDRA Widjaja bukan tukang sihir. Ia boleh hebat dalam transaksi finansial, jago dalam rekayasa keuangan, tapi menyulap nasib Bank Internasional Indonesia (BII), Indra seperti tak berdaya. Sejak krisis ekonomi meletup lima tahun lalu, bank warisan keluarga Widjaja ini tak pernah lepas dari jepitan persoalan.

Tiga tahun lalu, BII disuntik modal Rp 7,6 triliun. Tapi upaya ini tak membuat bank papan tengah ini kembali bugar. BII tetap terseok-seok dalam kubangan kredit macet. Oktober lalu, pemerintah sekali lagi menambahkan kapital Rp 11 triliun, tapi bank milik kelompok usaha Sinar Mas itu tak juga lolos dari persoalan keuangan. Pekan ini, bank haus uang tersebut membutuhkan tambahan dana lagi. Tak tanggung-tanggung: Rp 3 triliun. "Jika tidak segera diinjeksi, BII akan jebol," kata Indra. Nadanya genting.

Persoalan BII memang tidak berdiri sendiri. Bank yang sahamnya kini dikuasai pemerintah Indonesia itu terseret prahara yang menimpa Sinar Mas. Asia Pulp & Paper Co. (APP), anak perusahaan Sinar Mas yang membawahkan bisnis pulp dan kertas, terbelit utang macet US$ 13 miliar (Rp 130 triliun)—sekitar US$ 1,2 miliar di antaranya pinjaman kepada BII.

Pinjaman sedahsyat ini sebagian besar dipakai Sinar Mas untuk mengejar ambisinya: menjadi produsen pulp dan kertas nomor satu di dunia. Sebelum 1995, Sinar Mas tercatat sebagai investor asing terbesar ke Cina. Keluarga Widjaja membangun lima kilang kertas dengan investasi lebih dari US$ 4 miliar (Rp 40 triliun).

Malang bagi Sinar Mas, ambisi yang berlebihan itu disapu topan krisis keuangan Asia pada 1997. Harga dolar melonjak, permintaan dunia akan kertas merosot. Sejak Maret tahun lalu, APP menyatakan tidak mampu membayar cicilan dan mengajukan tawaran restrukturisasi kepada konsorsium kreditor.

Sampai hari ini, negosiasi pembenahan utang itu tersendat-sendat. Terakhir, dalam pertemuan di Jakarta awal bulan ini, Sinar Mas mengajukan perpanjangan utang 13 tahun dengan tingkat suku bunga 1,8 persen (setara dengan suku bunga antarbank Singapura) plus tambahan 0,15 persen. Konsorsium kreditor merasa tawaran itu menunjukkan bahwa keluarga Widjaja tak punya niat melunasi utang. "Suku bunganya terlalu kecil, pelunasannya terlampau lama," kata seorang bankir asing.

Bagi BII, utang macet Sinar Mas, secara tak langsung, bisa dianggap selesai. Pemerintah Indonesia telah mengambil alih tagihan raksasa itu dan menggantinya dengan surat utang (obligasi). Tapi, dalam jangka pajang, ancaman kredit macet…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…