Mampukah Militer Melawan Teroris?

Edisi: 33/29 / Tanggal : 2000-10-22 / Halaman : 92 / Rubrik : AK / Penulis : , ,


DALAM 50 tahun terakhir, kita menyaksikan perlombaan senjata yang luar biasa. Sejak Perang Dunia (PD) II, industri senjatalah yang terpesat pertumbuhannya, bukan industri komputer ataupun telekomunikasi. Kini negara kecil seperti Peru, Libya, dan Irak punya persenjataan yang daya rusaknya lebih dahsyat dibandingkan dengan senjata negara besar mana pun ketika PD II dimulai.

Ini sungguh mengherankan kalau diingat betapa merugikannya persenjataan. Ia menyedot dana besar-besaran sehingga sangat menghambat kinerja dan pembangunan ekonomi. Salah satu penyebab utama krisis ekonomi Rusia, yang membuatnya tertinggal dari Barat dan menghancurkan posisinya sebagai negara adikuasa, adalah tersedotnya dana untuk membiayai lomba persenjataan. Itu pula penyebab kesulitan ekonomi AS dan gagalnya pembangunan ekonomi di Amerika Latin.

Ditinjau dari segi sosial pun, ketentaraan sudah tidak lagi berfungsi sebagai "sekolah bangsa" sebagaimana anggapan orang pada abad ke-19. Di mana pun kaum militer merebut kekuasaan, di situ pula mereka mengajarkan kebiasaan buruk: teror, penyiksaan, dan korupsi.

Bantuan militer-yang banyak diberikan dalam 40 tahun terakhir-pun tak andal. Di mana-mana sudah terbukti bahwa persenjataan secara militer itu impoten. Perang Korea berakhir dengan posisi nol : nol, padahal begitu hebat persenjataan dan pasukan yang dikerahkan AS. Dalam sebagian besar perang "gajah-lawan-semut", si "gajah"-lah yang kalah. Prancis kalah di Aljazair dan Vietnam, AS kalah di Vietnam, Cina juga kalah di Vietnam, sedangkan Rusia kalah di Afganistan.

Begitu pula Israel. Setelah empat kali menang perang, Israel belum juga mencapai kemenangan sejati. Di Afrika, sejumlah perang saudara yang didukung bantuan militer besar-besaran oleh berbagai negara asing tetap saja berkobar tanpa terlihat pengakhiran secara militer.

Persenjataan telah kehilangan kemampuan militernya. Senjata bisa memenangi pertempuran, tapi tak mampu lagi menentukan kemenangan perang. Di era senjata nuklir, kimia, dan biologi, senjata tak mampu lagi menjaga pertahanan negaranya. Ucapan Karl von Clausewitz, "Perang adalah kelanjutan kebijakan dengan cara lain," tak berlaku lagi.

Malah, kata Peter F. Drucker, "Perang sudah menjadi alat untuk menggagalkan kebijakan" (The New Realities: In Government and Politics, In Economy and Business, In Society, and In World View, 1989). Bagaimana ia bisa menyimpulkan begitu?

Drucker ditunjuk oleh Presiden John F. Kennedy menjadi penasihat Menteri…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Antara Solar dan Solar
1994-06-18

Pilot project diterjemahkan pilot proyek, atau status simbol asal kata symbol status. penerjemahan seperti itu…

I
INDONESIA DIINTERVENSI?
2003-01-12

Kemungkinan intervensi militer terhadap indonesia bukan isapan jempol. kemelut timor timur telah membuktikannya. di luar…

K
KITA MENGUNDANG INTERVENSI ASING?
2003-01-12

Banyaknya konflik internal telah dan akan mengundang intervensi asing ke indonesia. tapi tudingan mungkin lebih…