Sosialisme Di Utara, Kapitalisme Di Selatan, Bersatu Entah Kapan

Edisi: 31/29 / Tanggal : 2000-10-08 / Halaman : 85 / Rubrik : SUP / Penulis : , ,

Entah Kapan, Ketika Korea Hanya Satu

Jakarta-Seoul memang lebih erat daripada Jakarta-Pyongyang. Kini, sudah saatnya dua hubungan itu diseimbangkan, mengantisipasi Korea bersatu.

DI Korea, dunia terbalik. Selatan, sebagai predikat untuk negara-negara miskin, di Korea justru mewakili negara kaya, dengan pendapatan per k pala hampir US$ 7.000--itulah Korea Selatan. Utara, sebaliknya, adalah negara dengan penghasilan per kepala sekitar US$1.000, dan belakangan Korea Utara dikabarkan ditimpa kelaparan.

Perbedaan itu, ditambah dengan ideologi masing-masing yang berbeda, wajar kiranya kalau hubungan Indonesia dengan dua Korea itu pun menyesuaikan diri.

Secara politis, antara Indonesia dan Korea Selatan serta antara Indonesia dan Korea Utara tak tampak berbeda. Indonesia mengakui kedua Korea sebagai negara berdaulat. Perwakilan Indonesia di Seoul dan Pyongyang pun sama-sama bertingkat kedutaan besar. Tapi, dari sisi angka-angka, tampak sekali perbedaan hubungan itu.

Mulanya, pada 1966, kepentingan Korea Selatan di Indonesia dan sebaliknya hanya diurus perwakilan konsuler. Setelah keduanya bersepakat mendongkrak status perwakilan menjadi kedutaan besar, hampir segala sesuatunya secara konstan meningkat tajam. Volume perdagangan melonjak dari hanya sekitar US$ 1.000 juta (tahun 1982) menjadi lebih dari US$ 1.300 juta (1989), meningkat lagi sampai hampir US$ 5.390 juta (1994), dan pada 1996 angka itu lebih dari US$ 7.200 juta.

Ekspor terbesar Indonesia ke Kor-Sel adalah gas alam cair (LNG), 32,5 persen dari total ekspor. Kemudian, minyak bumi, pulp, batu bara, dan kayu. Potensi pasar Kor-Sel bagi kayu dan produk kayu cukup besar karena hutan-hutan di wilayah perbukitan Korea Selatan telah diubah menjadi permukiman. Adapun impor Indonesia berupa alat permesinan, keahlian, dan…

Keywords: -

---

Foto Terkait