Balada Doktor Kaki Lima

Edisi: 48/30 / Tanggal : 2002-02-03 / Halaman : 56 / Rubrik : SEL / Penulis : Pareanom, Yusi A. , Fibri, Rommy , Endah W.S.

BARANGKALI ini bisa disebut pabrik doktor kaki lima. Berbeda dengan kampus-kampus pascasarjana, yang biasanya seram, serius, dan mengisolasi diri dari hiruk-pikuk dunia, kampus-kampus kaki lima terkesan lebih "akrab" dan "bersahabat". Letaknya membaur dengan denyut hidup sehari-hari: di balik los-los pasar tradisional, di gang-gang becek, atau di lantai atas sebuah warung Padang. Memang ada juga satu-dua yang terdampar di pojok hotel atau nyempil di ruko-ruko kelas menengah. Tapi tampilan kampus-kampus seperti ini secara umum tidaklah berbeda: bersahaja atau seadanya.

Ruang kuliahnya biasa disekat tripleks tipis, dengan warna cat yang sudah tak cerah lagi dan leleran daki air bekas bocor sebagai hiasan. Ini tamasya klasik yang mungkin akan mengingatkan kita pada rumah cukur atau bilik Posyandu di pelosok kampung. Tak ada ruang atau peralatan laboratorium, tidak juga perpustakaan, bahkan kadang-kadang juga tidak ada komputer.

Yang ada cuma dua-tiga orang pegawai administrasi, meja-sofa seadanya, pesawat telepon, dan satu atau dua ruangan kuliah. Ruangan sempit itu dijejali sederet kursi yang disusun berimpit—persis seperti sekawanan anjing lagi kawin. Kalau ada yang kebelet kencing, misalnya, sebagian besar hadirin di ruangan itu tampaknya harus rela berdiri dan menyeret kursi hanya untuk memberi jalan.

Sebagai pelengkap, kadang-kadang diletakkan pula satu mesin sorot transparansi sebagai alat kuliah dan presentasi. Dan, yang paling penting, ah, ya, ini selalu ada: pameran vandel, plakat penghargaan, dan foto-foto. Rekaman gambar wisuda atau foto-foto tokoh terkenal yang kebetulan mampir bertamu dipajang memenuhi dinding. Di ruang tamu Lembaga Informasi Fasilitas Indonesia (LIFI), sebuah pabrik doktor yang nangkring di loteng warung Padang di kawasan…

Keywords: -

---

Foto Terkait