Haji Moehammad Noer: "orang Madura Harus Menghargai Orang Dayak"
Edisi: 45/30 / Tanggal : 2002-01-13 / Halaman : 38 / Rubrik : WAW / Penulis : Dhyatmika, Wahyu , Mawardi, Adi
MADURA dan pamong praja ada dalam darah dan jiwa Moehammad Noer. Sebab, bagi Gubernur Jawa Timur periode 1967-76 itu, menjadi birokrat dan pemerintah sudah merupakan panggilan jiwa sejak Noer muda lulus dari MOSVIA, sekolah pamong praja pemerintah kolonial Belanda, pada 1939. Noer merasa harus berbuat sesuatu untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang sangat miskin. Sejak penempatan pertama sebagai pegawai pemerintah daerah di Sumenep hingga menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur, ia selalu mengabdi dan mengutamakan kepentingan rakyat. "Saya ini khadam, pelayan rakyat," katanya.
Laki-laki kelahiran Sampang, 13 Januari 1918, ini terbukti ber-hasil mengangkat Jawa Timur dari salah satu provinsi termiskin ke jajaran yang lumayan kaya. Berbagai penghargaan pencapaian di bidang pembangunan diterima oleh Cak Noerâdemikian panggilan akrabnyaâdan hingga kini Noer dikenal sebagai Gubernur Jawa Timur yang tersukses.
Di samping itu, Cak Noer juga bangga menjadi orang Madura. Menurut ayah delapan anak, kakek 20 cucu, dan buyut seorang cicit itu, orang Madura adalah pekerja keras, keras hati, tapi baikâasal kehormatannya tidak dilukai dan diperlakukan dengan adil. Noer sendiri sesepuh orang Madura.
Maka, selayaknya suami Mas Ayoe Siti Rachma ini dimintai pendapatnya tentang penyelesaian konflik etnis di Sampit yang melibatkan penduduk Madura di sana dengan penduduk asli Dayak, Februari 2001. Dalam pertemuan yang dikoordinasi Departemen Dalam Negeri di Jakarta dengan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dan Timur, yang dihadiri beberapa tokoh masyarakat adat Dayak, Noer membahas cara penyelesaian konflik, April 2001. Hasilnya: cara damai harus ditempuh, puluhan ribu orang Madura yang mengungsi ke luar Kalimantan dikembalikan, tapi masyarakat setempat harus bisa menerima mereka kembali.
Nah, Desember 2001 disebut-sebut sebagai awal mulai dikembalikannya para pengungsi Madura ke berbagai daerah di Kalimantan. Apakah proses pemulangan itu bisa berjalan dengan baik atau tidak, itu sangat bergantung pada kondisi keamanan di Kalimantan. "Jangan sampai orang-orang Madura itu kembali, lalu ribut lagi," kata Noer.
Sebagai pamong praja sekaligus orang Madura itulah Noer menyikapi konflik etnis di berbagai daerah di Kalimantan yang melibatkan orang-orang Madura. Menurut dia, akar persoalan harus benar-benar ditemukan lebih dahulu sebelum ada langkah pengembalian pengungsi. "Pemerintah setempatlah yang harus benar-benar memikirkan penyelesaian semua ini," ia menandaskan.
Mengapa? Karena para pengungsi Madura itu sebenarnya sudah menjadi orang Kalimantan. Secara kependudukan, mereka sudah tidak tercatat lagi di Madura, pun tidak memiliki saudara lagi di tempat asalnya.
Cak Noer memang tidak sependapat bahwa sifat dasar orang Maduralahâyang konon suka bikin ribut dan tidak bisa beradaptasiâyang menjadi bensin konflik. Sebab, orang Madura sudah berimigrasi ke Kalimantan sejak zaman penjajahan Belanda sehingga mereka sudah beranak-pinak di sana. Ini berarti mereka juga sudah mampu beradaptasi dengan penduduk setempat. Menurut…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…