Mario Lemos Pires: "kesalahan Fatal Indonesia, Menggunakan Militer"
Edisi: 26/29 / Tanggal : 2000-09-03 / Halaman : 39 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
KAY Rala Xanana Gusmao menatap ratusan wajah dalam ruangan itu lekat-lekat sebelum angkat bicara. "Saat ini kita berkumpul untuk menyusun masa depan Timor Leste." Suaranya bergetar dan matanya berkaca-kaca. Kemerdekaan Republik Timor Loro Sa'e sudah lewat seumur jagung. Namun, Xanana belum dapat melupakan kesusahan dari tahun-tahun masa silam: "Semua gedung kita hancur, banyak rakyat yang mati. Tapi kita harus terus melihat ke depan," ia bicara dengan penuh emosi dalam bahasa Tetum dan Portugis.
Kalimat di atas adalah potongan pidato Xanana Gusmao, Presiden Conselho Nacional de Resistencia Timorense (CNRT, Dewan Pertahanan Masyarakat Timor Leste), pada pembukaan kongres CNRT, Senin pekan lalu, di Gedung Matahari Terbit, Dili. Kongres sembilan hari itu membahas rupa-rupa soal: dari penentuan sistem politik, masalah kepartaian, sampai bahasa nasional. Kaum tua-tua, misalnya, menginginkan bahasa Portugis dikembalikan lagi ke Timor Loro Sa'e seperti di masa dulu.
Bahasa Eropa itu tak lagi nyaring terdengar sejak dua dekade belakangan. Terakhir, bahasa Portugis resmi berlaku di masa Mario Lemos Pires, gubernur terakhir Timor-Portugal yang memerintah sejak 14 November 1974. Di sekolah-sekolah negeri dan seminari, semua pelajaran dihantarkan dalam bahasa Portugis. Orang-orang lokal yang menjadi pegawai pamong praja mahir bicara dalam bahasa itu. Pires menyaksikan semua itu, kendati ia tidak lama berada disana.
Pria berdarah Portugal ini datang ke sana di bulan November 1974, dan kembali ke Portugal selepas masuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke negeri itu, Desember 1975. Jatuhnya Dili ke tangan Fretilin pada Agustus 1975 telah memicu perang saudara berkepanjangan. Administrasi pemerintah Portugal di sana melarikan diri dan menetap di Pulau Atauro, kira-kira 40 kilometer sebelah utara Dili. Pemerintah Portugal di Dili-termasuk Mario Lemos Pires-lari ke pulau tersebut pada 8 Desember 1975, sehari sesudah TNI menduduki Dili.
Dari Atauro, dengan dikawal satu kompi pasukan penerjun payung, rombongan di atas dievakuasi ke Kupang, lalu dikirim ke Surabaya melalui Bandara Juanda. Dari sana mereka diterbangkan dengan pesawat khusus Angkatan Udara Portugal ke Lisabon, Portugal. Alhasil, Pires hanya menyaksikan dari jauh peristiwa 17 Juli 1976: pemerintah Indonesia menyebutnya sebagai integrasi Timor-Portugal ke Indonesia menjadi Timor-Timur alias Tim-Tim. Deklarasi ini menjadi cikal bakal sebuah konflik panjang yang mencapai puncaknya pada 1999, saat berlangsungnya referendum.
Lalu, di manakah Mario Pires berada…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…