Sekularisme Ala Turki.

Edisi: 26/29 / Tanggal : 2000-09-03 / Halaman : 54 / Rubrik : AG / Penulis : Nugroho, Kelik M. , ,


ALLAH Mahabesar. Tak seorang pun meragukannya. Apakah Tuhan masih membutuhkan kekuatan negara untuk "memaksakan" perintah-perintahNya? Belakangan ini pertanyaan semacam itu mungkin menggelitik sebagian orang, setelah sebagian umat Islam mengusulkan amendemen Pasal 29 Undang-Undang Dasar. Ada usul agar Piagam Jakarta-memuat kalimat yang mewajibkan umat Islam menjalankan syariat agamanya-dihidupkan kembali. Untuk sementara ini, usul itu ditangguhkan karena masalah itu tergolong sensitif bagi negeri semajemuk ini.

Perlukah negara membuat ketentuan untuk membuat umat beragama menjalankan syariatnya? Berbicara tentang negara dan agama, ada baiknya kita menengok sejarah Turki. Negara ini mungkin bisa dijadikan model. Sekularisme (paham yang memisahkan negara dan agama) di negara yang mayoritas penduduknya muslim itu ternyata tak membuat semangat ibadah rakyatnya tergerus.

Buat Indonesia, Turki bukan negara asing. Gerakan kaum nasionalis sekuler yang berhasil mendirikan Republik Turki telah mengilhami kebangkitkan gerakan nasionalisme di Indonesia menjelang kemerdekaan. Ini terungkap dalam seminar internasional tentang pemikiran sufi asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi, di kampus IAIN Jakarta, Rabu dua pekan lalu. Seminar yang digelar IAIN Jakarta dan The Istanbul Foundation for Science and Culture ini menghadirkan beberapa cendekiawan dari Indonesia, Turki, dan Amerika Serikat.

Badiuzzaman Said Nursi adalah ulama besar Turki yang ikut bergulat dalam perdebatan tentang hubungan negara dan Islam menjelang dan setelah pendirian Republik Turki yang sekuler pada 1924. Ia tidak menghendaki sekularisme. Penganut tarekat Naqsabandiah dan Qadariah itu sering bersilat pendapat dengan Mustafa Kemal Ataturk, "Bapak Bangsa Turki". Posisi Said pada waktu mirip almarhum Mohammad Natsir, tokoh Islam modern Indonesia yang menolak paham sekuler.

Sejauh mana pengaruh Said Nursi bagi bangsa Melayu-Indonesia? Hal itu dibahas salah satu pembicara, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Rektor IAIN Jakarta. Menurut Azyumardi, nama Said Nursi di Indonesia tak sepopuler Kemal Ataturk. Penyebabnya, Said lebih suka berjuang melalui karya tulis daripada melakukan gerakan politik. Selain…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16

Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…

S
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05

Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…

S
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05

Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…