Uji Coba Dari Cendana
Edisi: 41/32 / Tanggal : 2003-12-14 / Halaman : 24 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Manggut, Wenseslaus , Sepriyossa, Darmawan, Agustina, Widiarsih
PADA mulanya adalah sebuah pertemuan. Empat tahun silam pada pertengahan 1999, di suatu malam selepas isya. Jenderal (Purn.) Hartono bersama Ari Mardjono, bekas Sekretaris Jenderal Golkar, bertamu ke rumah mantan presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Soeharto, yang telah menantikan kedatangan mereka, segera menggiring para tamunya ke ruang tengah. Di situ aneka jenis menu terhidang. Acara santap malam pun berlangsung dalam suasana santai, penuh kekerabatan.
Namun, acara malam itu sejatinya lebih dari sekadar urusan jamu-menjamu. Hartono dan Mardjono datang sembari menating sebuah misi penting: meminta restu Soeharto atas niat mereka mengambil alih Partai Golkar, yang ketika itu sudah diketuai Akbar Tandjung. Niat itu mereka tekadkan untuk disegerakan, mengingat Pemilihan Umum 1999 sudah di ambang pintu. Target mereka, partai itu sudah bisa diambil alih sebelum pendaftaran partai peserta pemilu dibuka. Caranya? Panggil semua petinggi Golkar di seluruh Indonesia untuk hadir dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa di Jakarta dengan agenda tunggal memilih ketua baru.
Cara ini amat gampang karena, "Dari 27 pengurus Golkar di seluruh Indonesia, 21 pengurusnya adalah purnawirawan TNI," begitu penjelasan Hartono kepada Soeharto dalam perbincangan malam itu. Hebatnya lagi, semua purnawirawan ini masih patuh pada Soeharto, yang tumbang dari kursi presiden tahun sebelumnya. Jika musyawarah luar biasa itu bisa digelar, mereka yakin seratus persen Akbar Tandjung bakal terpelanting dari pucuk Beringin.
Tapi Soeharto menggeleng. Entah apa alasannya. Pendek kata, rencana "pembajakan" itu tak direstuinya. Bekas pembina Golkar selama 30 tahun itu berkataâsebagaimana ditirukan Hartono kepada TEMPO: "Tidak usah mengambil alih Golkar." Hening sejenak. Lalu, "Kalau begitu, bagaimana, Pak?" tanya Hartono. "Kamu buat saja partai baru," jawab Soeharto dengan suara pelan. Sontak, Hartono menyambar ide itu dengan gembira: "Baik, Pak. Siap kerjakan!"
Dan Hartono bergerak cepat. Mulanya, ia membentuk organisasi massa Karya Peduli Bangsa pada tahun 2000. Membuka jaringan hingga ke kabupaten di seluruh Indonesia, organisasi itu bersalin rupa menjadi Partai Karya Peduli Bangsa pada Januari silam. Anggota partai ini terdiri dari sebagian bekas petinggi Golkar dan para purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Beberapa anak Soeharto ikut menjadi anggota. "Banyak pensiunan jenderal bintang satu yang bergabung," kata Hartono. Namun, ia belum mau membeberkan siapa saja mereka.
Pekan lalu, partai yang belum genap setahun ini lolos dalam verifikasi Komisi…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…