Emil Salim: "di Masa Pak Harto, Kita Ada Di Sekolah Dasar"
Edisi: 15/29 / Tanggal : 2000-06-18 / Halaman : 38 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
DITOPANG kruk, Sumitro Djojohadikusumo melangkah tertatih-tatih ke Ruang Yudhistira Gedung Patra Jasa, di kawasan Gatot Subroto, Jakarta. Ekonom berusia 83 tahun itu meninggalkan kediamannya yang nyaman di Pondok Indah, Kebayoran Baru, selepas petang Kamis lalu. Memadukan setelannya yang rapi, ia bahkan terpaksa cuma berkaus kaki-tanpa sepatu-untuk memudahkan kakinya melangkah. Sang Begawan Ekonomi rupanya rela berpenat-penat memberi selamat kepada yuniornya yang malam itu genap berusia 70 tahun: Emil Salim.
Sumitro hanya satu dari ratusan tamu yang memadati ruang pesta. Ada sejumlah mantan menteri dan pejabat, tokoh lingkungan, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), diplomat, para ekonom-bahkan dari angkatan termuda-dan, tentu saja, para "mafia" Berkeley teman sealmamaternya: Widjojo Nitisastro dan kawan-kawan. Pengusaha, juga berikut kerabat dan handai taulan, berkumpul di sana untuk merayakan hari jadi bekas Ketua Tentara Pelajar dan Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) Sumatra Selatan (1946-1949) itu.
Emil, yang tampak sumringah dalam batik cokelat keemasan dan celana cokelat, naik ke panggung dan berpidato. "Hidup seseorang banyak ditentukan oleh siapa yang menjadi teman. Dan yang paling penting, dari sekian banyak yang hadir di sini, tak seorang pun menjadi bajingan," ujarnya. Seusai pidato, ia meluncurkan Kembali ke Jalan Lurus, kumpulan esainya selama 1966-1999.
Dalam pengantar buku itu, ahli hukum Nono Anwar Makarim menulis, Emil Salim adalah manusia dengan lima dimensi: pemimpin mahasiswa paling berhasil, berkepribadian terbuka, mahir mencari jalan keluar untuk setiap masalah, seorang manusia "garis besar" dan sosok yang tak pernah peduli pada soal status dan gengsi. Apakah segala puja-puji semata yang diterima Emil sepanjang hidupnya? Tidak juga.
Ia kerap dituding sebagai salah satu desainer kebijakan ekonomi pembangunan yang gagal menyejahterakan rakyat. Angka pertumbuhan memang sempat melejit pada era 1980-an. Namun, hal itu diikuti dua ketimpangan mencolok: distribusi kemakmuran yang jomplang antara Jawa dan luar Jawa serta perbedaan kaya miskin-sebuah fenomena ekonomi warisan Orde Baru yang entah kapan bisa dipulihkan.
Toh, jika kemampuan yang jadi ukuran, Emil adalah salah satu sosok yang paling laris menjadi elite birokrasi di negeri ini. Ia pernah lima kali menjadi menteri: Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara merangkap Wakil Ketua Bappenas, Menteri Perhubungan, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Terakhir, ia dua kali menjadi Menteri Lingkungan Hidup. Alhasil, hingga 1988 (tahun terakhirnya sebagai menteri), praktis ia bekerja dengan Soeharto selama 27 tahun.
Lama Emil berkecimpung di bidang LSM. Ia, antara lain, menjadi Ketua Dewan Penyantun Kehati (Keanekaragaman Hayati-LSM bidang lingkungan). Awal Desember 1999, ketika ia terpilih menjadi Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN)-dewan penasihat ekonomi presiden-orang seolah terkilas balik pada akhir 1960-an. Ketika itu, ia menjadi anggota Tim Penasihat Ekonomi Presiden (1966). Setahun kemudian, ia memimpin Tim…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…