G 30s-pki Di Mata Seorang Duta ...
Edisi: 32/21 / Tanggal : 1991-10-05 / Halaman : 49 / Rubrik : BK / Penulis : Sendjaja, Farida
Marshal Green, diangkat sebagai duta besar Amerika untuk Indonesia menjelang
meletusnya G 30S-PKI, ketika hubungan Indonesia-Amerika dalam krisis. Green
berupaya sekuat tenaga mempertahankan hubungan baik kedua negara, apa pun yang
harus dilakukannya, termasuk menelan penghinaan dari Presiden Sukarno di depan
umum. Tahun lalu Green menerbitkan buku tentang pengalamannya bertugas di
Indonesia. Hak cipta penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia dipegang oleh PT
Grafiti Utama Pers, dan hak nukilan bukunya ada pada majalah TEMPO.
; PENUGASAN KE INDONESIA
; PADA Mei 1965, hampir sembilan tahun setelah kunjungan pertama saya ke
Indonesia, saya menerima pesan yang sungguh mengejutkan dari Washington. Waktu
itu, saya menjabat asisten menteri luar negeri urusan Timur Jauh dan sedang
melakukan kunjungan dinas ke Korea. Pesan berisi pertanyaan, apakah saya
bersedia menerima penunjukan sebagai duta besar di indonesia. Juga ditanyakan,
apakah saya punya masalah kesehatan atau kendala lain, mengingat tugas ini
penuh tantangan. Memang saya punya masalah kesehatan. Maklumlah, sejak lahir,
saya hanya punya satu ginjal -- tukang bikin batu lagi.
; Tapi tugas ini adalah salah satu penugasan yang oleh para pejabat dinas luar
negeri yang senang di lapangan tak bakal ditolak. Khususnya, bagi seseorang
seperti saya yang kepincut pada keindahan indonesia. Karena itu, saya segera
menjawab bahwa saya menerima tawaran tersebut, dan menekankan agar masalah
kesehatan jangan dijadikan halangan. Kenyataan bahwa hubungan kami dengan
Indonesia kian memburuk juga merupakan salah satu pendorong bagi saya untuk
menerima tugas ini. Itu membuat saya tak perlu lagi melakukan hal-hal untuk
lebih memperburuk masalah. Dan siapa tahu saya beruntung bisa memperbaiki
hubungan itu.
; Saat itu (Mei 1965), sikap anti-Amerika Sukarno sudah mencapai puncak.
Setelah memutuskan Indonesia keluar dari PBB pada awal tahun itu. Sukarno
sedang dalam proses membawa negerinya dalam persekutuan dengan RRC, Korea
Utara, dan Vietnam Utara. Walau Amerika berupaya tak bermusuhan, Sukarno
menampik program bantuan kami (pernyataan "Persetan dengan bantuanmu" menjadi
populer) dengan publikasi luas dan mengumumkan rencana nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Amerika di Indonesia, seperti Caltex, Goodyear, dan
Union Carbide. Dalam rangkaian pidatonya, ia mencerca Amerika sengaja menyulut
demonstrasi anti-Amerika -- antara lain mengakibatkan demonstrasi perusakan
kedutaan besar dan konsulat-konsulat AS.
; Rencana akbar Sukarno adalah membuat Jakarta ibu kota dari "Kekuatan-kekuatan
yang baru muncul (newly emerging forces)" di dunia. Di dalam negeri, dengan
dukungan penuh Partai Komunis Indonesia (PKI), Sukarno tak henti-hentinya
mendorong Indonesia memasuki "tingkat revolusi sosialis". Oleh PKI, istiiah
itu ditafsirkan sebagai kata penghalus untuk lahirnya orde baru, di mana
dominasi komunisme bakal terbentuk di masa mendatang.
; Tujuan Sukarno adalah terciptanya pemerintahan Nasakom, kependekan dari
nasionalisme, agama, dan komunisme. Angkatan bersenjata dan
organisasi-organisasi muslim merupakan penentang tujuan Sukarno-PKI ini.
; Walau saya terus mengikuti perkembangan Indonesia, saya tak bisa menyebut
diri saya sudah ahli tentang negara ini. Sebagai asisten menteri urusan Timur
Jauh, dari 1963 sampai 1965, saya lebih banyak memusatkan perhatian kepada
Cina, Jepang, dan Korea. Bagaimanapun, karena perang Vietnam kian panas dan
Indonesia terus-menerus menyodok diplomasi Amerika, 1964, saya terlibat
langsung dalam pengambilan keputusan oleh Washington soal Indonesia.
; Ada dua jalur pemikiran tentang bagaimana Amerika harus menangani Sukarno.
Jalur yang dominan dipimpin oleh duta besar untuk Indonesia, Howard Jones, dan
didukung Dewan Keamanan Nasional. Jalur ini percaya bahwa Amerika tak punya
pilihan lain selain mencari jalan untuk tetap berbaik-baik dengan Sukarno.
Cuma dengan cara itu, kami bisa tetap punya pengaruh dalam peristiwa-peristiwa
di Indonesia, atau setidaknya bisa memperbaiki hubungan Indonesia-AS
seandainya muncul kesempatan.
; Awal 1965, bagi kami di Departemen Luar Negeri, jelas bahwa Sukarno
mengeksploitasi kebijaksanaan akomodasi kami ini untuk tujuan-tujuannya
sendiri. Untuk mengubah kebijaksanaan menjadi sebaliknya hanya akan
memperburuk keadaan.
; Isu mengubah kebijaksanaan ini diperbincangkan saat Duta Besar Jones mendesak
agar Presiden Johnson bertemu dengan Presiden Sukarno (diusulkan di
Washington) secepat mungkin. Ada empat pertimbangan untuk mengusulkan itu.
Satu, Indonesia di ambang menjadi komunis, dan kedua, hanya Sukarno yang bisa
mencegah soal itu. Ketiga, hanya Presiden Johnson yang punya pengaruh atas
Sukarno. Pertimbangan keempat, bencana tak terelakkan tanpa pertemuan itu.
; Saya menentang gagasan ini karena percaya bahwa pertemuan semacam itu tak
bakal membuahkan hasil seperti yang dimaksudkan. Sukarno justru akan lebih
pro-komunis, karena ia seorang penentang kemapanan dunia tanpa takut reaksi
Amerika, Inggris, dan negara Barat yang lain. Menteri Luar Negeri Dean Rusk
setuju dengan saya. Usul itu pun masuk kotak.
; Duta Besar Jones ingin pensiun pada 1964. Tapi Sukarno, seperti juga
teman-teman Jones di Washington, mendesak agar Jones tetap di posnya. Tak
seorang asing pun, khususnya yang bukan orang Asia, yang bisa berhubungan
dekat dengan Sukarno selain Jones. Tapi perkembangan di Indonesia, dalam
tahun-tahun terakhir tugas Jones, menunjukkan bahwa persahabatan semacam itu
hanya sedikit membantu. Kenyataannya, Amerika dan Indonesia makin bertabrakan,
dan tak ada yang dapat mengubah kecenderungan kekirian Sukarno.
; Hubungan khusus Jones dengan Sukarno cenderung menutupi kenyataan kian
jauhnya hubungan Amerika-Indonesia. Sukarno memang tetap mempertahankan
hubungan dengan Washington, tapi itu lebih banyak untuk meningkatkan bobotnya
di mata Moskow, dan Beijing khususnya. "Ia juga," tulis saya dalam memorandum
Januari 1965, "memerlukan kehadiran perpustakaan-perpustakaan USIS (lembaga
informasi Amerika) di Indonesia, untuk dijadikan sasaran para pemuda Indonesia
yang mabuk politik, gelisah, dan frustrasi."
; Massa menyerang perpustakaan-perpustakaan USIS di Jakarta pada 4 Desember
1964, dan di Surabaya tiga hari kemudian. Kerugian cukup besar, 25% koleksi
buku hancur dan dibakar. Foto buku-buku yang terbakar ini mengakibatkan reaksi
keras di media dan Kongres Amerika, reaksi terkeras selama era Sukarno.
Amerika langsung mengajukan 27 surat protes kepada perwakilan Indonesia atas
serangan tersebut, yang hanya mendapat satu jawaban: berisi pembenaran salah
satu surat-surat protes kami.
; Timbul desakan kuat di Kongres agar program bantuan kami ke indonesia
dihapuskan sepenuhnya. Pemerintahan Johnson ngeri jika tidak melaksanakan hal
itu, karena bisa berakibat Kongres bakal tak mendukung program bantuan semacam
itu untuk negara-negara lain. Karena itu, Duta Besar Jones menyetujui dengan
enggan penurunan drastis bantuan AS ke Indonesia, dengan alasan sangat penting
tetap mempertahankan kehadiran AS di Indonesia selama mungkin, demi
kepentingan jangka panjang Amerika dan kepentingan teman-teman Amerika di
Indonesia.
; Hasilnya, Maret 1965, diputuskan untuk menghentikan operasi USIS di
Indonesia, menutup seluruh perpustakaan, menarik misi perdamaian, memotong
program bantuan ekonomi -- kecuali kontrak bantuan untuk universitas yakni
bantuan buat mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Amerika dan
proyek-proyek pembangunan di mana kami punya kepentingan nasional yang jelas.
; Karena pandangan Washington tak jelas dan terpecah-pecah soal bagaimana
bersikap kepada Sukarno, Presiden Johnson mengutus misi kecil, dipimpin oleh
Duta Besar Keliling Ellsworth Bunker, ke Indonesia. Mereka bertugas melihat
situasi dan membuat rekomendasi kebijaksanaan luar negeri kepada Presiden.
Laporan misi Bunker pada 21 April 1965 mendukung jalur pikiran Howard Jones.
"Kami lanjutkan upaya bekerja sama dengan Sukarno, mencegah tindakan yang
mengesankan sebagai menghukum, dan juga mencegah upaya apa pun untuk memecah
belah negeri itu.
; Di pihak…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Tamparan untuk Pengingkar Hadis
1994-04-16Penulis: m.m. azami penerjemah: h. ali mustafa yakub jakarta: pustaka firdaus, 1994. resensi oleh: syu'bah…
Upah Buruh dan Pertumbuhan
1994-04-16Editor: chris manning dan joan hardjono. canberra: department of political and social change, australian national…
Kisah Petualangan Wartawan Perang
1994-04-16Nukilan buku "live from battlefield: from vietnam to bagdad" karya peter arnett, wartawan tv cnn.…