Muhammad 'pak De' Siradjudin: "pak De Tidak Membunuh Dice"
Edisi: 23/28 / Tanggal : 1999-08-15 / Halaman : 32 / Rubrik : WAW / Penulis : Cahyani, Dewi Rina
LAKI-LAKI berusia 67 tahun itu sudah 13 tahun menghuni Penjara Cipinang. Dan sisa waktu yang masih harus dijalaninya di sana: sepanjang hidup. Sekalipun demikian, harapan untuk bebas dari kungkungan tembok tinggi dan jeruji besi yang melingkungi kompleks lembaga pemasyarakatan (LP) itu belum pupus. Bersama dengan pengacaranya, Luhut M. Pangaribuan, narapidana kriminal itu tengah mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas perkaranya. Ia divonis penjara seumur hidup karena tuduhan membunuh dua wanita: Endang Sukitri dan Dice Budimuljono.
Pria itu terlahir dengan nama Muhammad Siradjudin-belakangan terkenal dengan nama singkat: Pak De. Ia lahir di Sumenep, Madura, 9 Februari 1932. Ayahnya, Manihotin M. Brojoturuno, seorang mantri polisi pada zaman Belanda. Ia sempat mengenyam pendidikan di HIS (Holland Inlander School). Ketika revolusi pecah pada 1946, Pak De yang masih remaja berhenti sekolah, lalu menjadi tentara di depo batalyon Divisi VII (Divisi Untung Surapati, Malang, Jawa Timur). Setelah penyerahan kedaulatan Belanda, 27 Desember 1949, ia kembali ke bangku sekolah peralihan di Surabaya.
Pada 1954 anak muda itu keluar dari dinas militer dan mulai berjual-beli ban bekas. Empat tahun kemudian ia mendirikan PT ISPU (Industri Sepeda dan Perindustrian Umum), bekerja sama dengan beberapa pejabat daerah di Sumenep. Saat itu ayahnya menjadi anggota DPRD Fraksi Nahdlatul Ulama Sumenep, sehingga ia bisa masuk ke lingkungan pejabat. Pada 1965, sejarah hidupnya mulai diwarnai catatan hitam. Ia dihukum 7 tahun penjara karena membantu pencurian baju di sebuah tempat penjahitan baju.
Namun, hanya 7 bulan ia menghuni penjara Cipinang. Bersama ratusan narapidana lainnya, Pak De dikirim ke Pontianak untuk membangun salah satu fasilitas umum. Ia kembali ke Surabaya pada 1971 setelah bebas. Lima tahun kemudian, Pak De pindah ke Jakarta. Di kota ini, ia menikah untuk keempat kalinya dengan Fatma, seorang wanita keturunan Arab beranak tiga: Muhamad, Farid, dan Sani. Dari tiga istri terdahulu, ia mendapat lima anak: Koesmulyadi, Koespriyanto, Suhri Nurmahmudi, Jumsari Mustikawati, dan Agus Susanto.
Nama Pak De melambung ke halaman pertama koran-koran Jakarta ketika seorang bekas peragawati bernama Dice Budimuljono mati dibunuh pada 8 September 1986 malam, di Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan. Tiga bulan setelah pembunuhan itu, polisi menangkap Pak De. Ia diajukan ke pengadilan dengan tuduhan: membunuh Dice Budimuljono. Sebelum itu, ia juga dituduh membunuh Endang Sukitri, seorang wanita pemilik toko bahan bangunan di Depok. Motif pembunuhan yang dituduhkan ke Pak De atas kematian kedua wanita ini sama: tak mampu mengembalikan uang yang dia pinjam untuk digandakan dengan cara klenik. Jumlah yang dipinjamnya dari Dice Rp 10 juta.
Pengadilan itu menjadi fenomenal karena diwarnai bukti-bukti kontroversial. Kejanggalan dalam bukti-bukti itu memancing perdebatan dan protes di masyarakat. Apalagi ada beberapa nama penting yang diduga terkait hubungan asmara dengan Dice, ibu dua anak itu-dan diduga menjadi penyebab kematiannya. Pada Juli 1987, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ny. Reni Retnowati, mengetukkan palu vonis untuk Pak De. Hukumannya? Bui seumur hidup. Pak De lantas minta naik banding. Namun, kasasi itu ditolak Mahkamah Agung. Kemudian, pada April 1988, Ketua Majelis Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto mengukuhkan vonis seumur hidup. Maka, tertutuplah peluang bagi Pak De untuk bisa kembali menghirup udara bebas.
Dalam usia 67 tahun, ayah delapan anak itu masih tampak segar, walau rambutnya sudah memutih. Kumis panjangnya masih terpelihara, seperti masa dulu, tatkala namanya menghiasi media massa nasional selama berpekan-pekan. Kendati hidup di…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…