Wawancara Soeyono: "ada Duplikasi Komando Antara Feisal Dan Hartono"

Edisi: 50/28 / Tanggal : 2000-02-20 / Halaman : 32 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


HIDROPONIK dan militer bisa menjadi dunia yang bersisian di tangan LetnanJenderal (Purnawirawan) Soeyono. Setelah pensiun dari seluruh kegiatan dinas pada Maret 1999, ia coba-coba menekuni agrobisnis-termasuk tanaman hidroponik. Toh, perwira berbintang tiga ini tetap saja seorang tentara. Meski sibuk menanam strawberry di dataran tinggi Lembang, Soeyono tak melepaskan perhatiannya dari perkembangan terbaru TNI.

Alhasil, ketika Presiden Abdurrahman Wahid meminta Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Wiranto mundur dari jabatannya atau ketika Presiden menyatakan Jenderal Feisal Tanjung pernah "memberi order" melenyapkan dirinya dan Megawati, Soeyono-yang lama "diam"-tiba-tiba angkat bicara. "Kelemahan TNI kini mulai dijadikan komoditi untuk menarik perhatian dan bantuan luar negeri," ujarnya kepada TEMPO. Ia sendiri termasuk salah satu jenderal yang banyak menarik perhatian media massa beberapa tahun silam ketika pecah kerusuhan berdarah 27 Juli 1996.

Penggemar Harley-Davidson ini boleh dikata salah satu "bintang" yang populer oleh peristiwa penyerbuan Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Ketika kejadian itu berlangsung, Soeyono sedang terbaring di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, karena kecelakaan motor di Manado sehari sebelumnya. Namun, rumor santer beredar: ia dianggap tidak mendukung operasi pengamanan selepas kerusuhan berdarah di markas PDI. Tak lama setelah itu, ia memang dilengserkan begitu saja oleh mantan presiden Soeharto. Selama satu setengah tahun ia praktis menganggur sebelum kembali mengenakan baju dinas sebagai Sekretaris Jenderal Departeman Pertahanan dan Keamanan (1998-1999).

Soeyono memulai karir militernya sebagai Komandan Peleton Batalyon Infanteri 401/Banteng Raiders Komando Daerah Militer VII Diponegoro pada 1966. Salah satu periode penting dalam perjalanan karirnya adalah menjadi ajudan Presiden Soeharto (1985-1989). Setelah itu, pangkat dan jabatannya melesat naik. Berturut-turut ia menjabat Wakil Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat (1989), Wakil Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri (1990), Kepala Staf Kodam II Sriwijaya (1992), dan Panglima Kodam IV Diponegoro (1993-1995). Dari Semarang, ia pindah ke Ibu Kota menjadi Kepala Staf Umum ABRI (1995-1996).

Dalam jejeran alumi Akademi Militer Nasional 1965, Soeyono termasuk yang cemerlang. Ia menjadi jenderal pertama dari angkatannya. Pria kelahiran 13 Maret 1943 ini sempat belajar di Fort Benning, Georgia (1973-1974), dan Forth Leavenworth (1981-1982), sebelum mengajar di Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat, Bandung (1982-1984). Menikah dengan putri Jenderal Sugandhi, Soeyono dikaruniai dua putra dan seorang putri. Selama 34 tahun ia mengenakan baju hijau yang amat ia banggakan, sebelum benar-benar pensiun pada Maret silam.

Lama tak terdengar suaranya, Soeyono memberikan sebuah wawancara khusus kepada TEMPO, pekan lalu, tentang citra TNI yang kian terpuruk. "Sebagai bagian dari institusi, saya ikut merasa sakit jika TNI diperlakukan tidak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…