Rumput-rumput Kering Di Mataram

Edisi: 50/28 / Tanggal : 2000-02-20 / Halaman : 46 / Rubrik : SEL / Penulis : P., Johan Budi S., Khafid, Supriyantho ,

IBARAT rumput, masyarakat Lombok, khususnya Mataram, adalah kumpulan rumput kering. Tepercik api sekecil apa pun akan mudah terbakar. Kerusuhan akibat sentimen agama, 17 Januari silam, bisa menjadi bukti. Rupanya, diam-diam, potensi konflik memang sudah ada dalam masyarakat Lombok.

Selama ini, penduduk di sana hidup berdampingan dengan damai. Para pemeluk agama besar-Islam, Hindu, Buddha, dan Nasrani-berinteraksi mendiami Kota Mataram, yang luasnya 25 kilometer persegi. Dari komposisi itu, tercatat pemeluk Islam terbesar, disusul pemeluk Hindu. Sisanya, sebagian kecil, terbagi antara Buddha, Katolik, dan Kristen.

Dari sisi etnis juga plural. Sedikitnya ada lima etnis besar: suku Sasak, Bima dan Sumbawa-penduduk asli Nusatenggara Barat (NTB)-serta Bali dan keturunan Cina. Etnis keturunan Cina dan Bali sebagian besar menguasai roda perdagangan dan birokrasi. Etnis Bali di Lombok Barat sudah ada sejak abad ke-14 karena daerah itu pernah dijajah oleh Kerajaan Karangasem, Bali.

Lalu, potensi konflik apa yang muncul di sana? Said Ruhpina, sosiolog asal Lombok Timur, mengungkapkan bahwa faktor kesenjangan ekonomi antara pendatang dan penduduk asli adalah salah satu penyebab konflik itu. Apalagi, sikap eksklusif yang ditunjukkan sebagian pendatang kaya makin membuat warga asli cemburu.

Said mengungkap beberapa kejadian yang memperkuat tesis tersebut. Kantor Yayasan Swadaya Membangun, yang diketuai Moh. Ali Dahlan, yang muslim, ternyata juga menjadi sasaran perusakan. Kantor bertingkat dan tiga mobil milik LSM yang didanai Catholic Relief Service itu habis dibakar warga. "Mereka tidak pernah menyatu dengan lingkungan dan eksklusif," kata alumni pascasarjana Universitas…

Keywords: -

---

Foto Terkait