Andi M. Ghalib: "sampai Mati Pun Akan Saya Tuntut..."
Edisi: 15/28 / Tanggal : 1999-06-20 / Halaman : 20 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Setiyardi, ,
Jaksa agung asal Bone, Sulawesi Selatan, berusia 53 tahun ini memang amat emosional menghadapi tuduhan suap dari ICW itu. Ketua Umum Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI) ini bersikukuh tak bersalah. Meski masuk ke rekening pribadinya di Bank Lippo Cabang Melawai, Jakarta Selatan, ia berdalih, dana miliaran itu diperun-tukkan bagi pembinaan gulat. Kamis pekan lalu, ia balik mengadukan Teten Masduki dan Bambang Widjojanto dari ICW, yang dituduh telah memfitnahnya, ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Ia juga sampai bersumpah akan mengejar kedua pengacara itu hingga ke liang kubur.
Semula, majalah ini termasuk salah satu sasaran gugatannya. Seperti dilansir berbagai media, ada tiga hal yang dibantah Ghalib dalam pemberitaan TEMPO edisi lalu.
Pertama, soal keroyalannya menghabiskan US$ 43 ribu-dengan kurs Rp 8.000 per dolar, jumlah itu berarti hampir Rp 350 juta-di mal supermewah Tyson Corner, Washington, pada Maret lalu. Ghalib menyangkal telah berbelanja dan mengaku "cuma melihat-lihat." Padahal, informasi ini diperoleh TEMPO dari seorang sumber tepercaya yang ikut mendampingi Ghalib sewaktu "jalan-jalan" di Tyson Corner itu.
Kedua, soal pembangunan rumah mewahnya di Ujungpandang yang ditaksir bernilai tak kurang dari Rp 1 miliar. Ghalib menyangkal bahwa rumah itu baru dibangun. Ia telah memilikinya sejak menjabat Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, tiga tahun lalu. Kebetulan, wartawan Biro TEMPO di Ujungpandang tinggal tak jauh dari sana. Ia memastikan pembangunan rumah itu baru rampung Februari lalu. Menurut keterangan beberapa tetangganya, rumah itu dibangun setelah Ghalib menjabat sebagai jaksa agung. Sebelumnya, tanah itu merupakan lahan kosong. Bangunan itu megah, berlantai dua, didominasi warna kuning hijau, dengan luas 25 x 30 meter persegi. Letaknya di Hertasning, salah satu kawasan termahal di Ujungpandang. Harga tanah di situ mencapai Rp 2 juta per meter persegi.
Ketiga, ia menyangkal bahwa istrinya telah membelanjakan anggaran Dharma Wanita Kejaksaan. Padahal, TEMPO sama sekali tidak pernah menulis hal itu. Yang ditulis TEMPO-dan itu lalu dibenarkannya-anggaran Dharma Wanita itu juga disimpan di rekening atas nama Andi Murniati, istrinya. Tapi, yang terpenting, Ghalib justru tak sepatah kata pun menyangkal kesahihan data rekening dan proses transfer itu.
Untuk mengonfirmasikan berbagai hal di atas, Kamis sore pekan lalu, wartawan TEMPO Setiyardi mewawancarainya. Saat itu, Ghalib didampingi Direktur Hukum Angkatan Darat Brigjen P. Sihombing dan empat petinggi kejaksaan yang lain.
Suaranya kerap meninggi saat menjawab pertanyaan TEMPO, terutama kalau ia tengah berbicara soal harga diri. "Ini sudah menyangkut siri (harga diri)," katanya sambil terus mengisap rokoknya. Ghalib sangat sadar bahwa posisinya sulit. Saat wawancara berlangsung, di luar pagar Kejaksaan Agung berlangsung aksi demonstrasi memprotes pencekalan tiga wartawan di kejaksaan. Di Istana, Presiden Habibie juga tengah menerima rombongan ICW yang mengadukan Ghalib. Itu sebabnya, di tengah wawancara, berkali-kali ia memerintahkan kepada ajudannya, "Bilang, saya ingin menghadap Presiden!" Berikut ini kutipan wawancara sekitar satu setengah jam itu.
Anda diduga menerima suap. Apa tanggapan Anda?
Pada akhir Februari 1999 sampai awal Maret 1999, saya didatangi formatur PGSI dan diminta menjadi ketua. Saya menolak. Saya katakan bahwa saya sibuk. Rupanya, mereka menghubungi Pak Wismoyo dan kemudian Pak Wismoyo menelepon saya. "Saya tahu, mungkin Pak Ghalib tidak bersedia, tapi saya berharap Pak Ghalib bersedia menerima mereka di rumah. Saya tahu, Pak Ghalib adalah pejuang olahraga," kata Pak Wismoyo ketika itu. Pak Wismoyo tahu bahwa saya pernah menjadi Ketua Harian KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Sulawesi Selatan. Saya cukup giat dan berperan dalam meningkatkan olahraga. Lantas, datanglah sekitar tujuh orang ke rumah saya, termasuk Pak Endro (Endro Sumarjo, Ketua Harian PGSI), sebagai tim formatur. Nah, karena merasa terpanggil dengan kata "pejuang olahraga", saya menerima permintaan itu dengan syarat. Syaratnya, pengurusnya harus siap, terutama pembantu terdekat saya seperti sekjen (sekretaris jenderal), ketua harian, dan bendahara. Akhirnya, suatu hari kami mengadakan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…