Satu Pemilu Belum Cukup?
Edisi: 14/28 / Tanggal : 1999-06-13 / Halaman : 24 / Rubrik : NAS / Penulis : Muryadi, Wahyu , Anom, Andari K. , Sepriyossa, Darmawan
JANTUNG siapa tak akan berdetak kencang pada titik genting ini-setelah dag-dig-dug di masa rawan kampanye. Bayangkan, coba, seratus juta warga negara berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara pada hari yang bersamaan. Peristiwa mahapenting ini serentak terjadi di ratusan ribu kawasan di seantero Republik. Pagi, siang, sore, petang, bahkan hingga larut malam, semua pandangan, pendengaran, dan mungkin juga perasaan bakal tertuju pada arena pencoblosan.
Bolehlah sejarah mencatat: pemilu yang dipercepat kali ini makin banyak dipedulikan orang. Itu tak hanya rakyat biasa yang mulai cerdik mengintai kalau-kalau terjadi kecurang_an, tapi juga mahasiswa, wartawan lokal dan asing, serta ratusan ribu relawan pemantau pemilu, dari dalam dan luar negeri. Format politik bisa jadi daya tarik tersendiri bagi maraknya kepedulian tadi. Peserta pemilu bukan lagi tiga partai hasil rekayasa penguasa, melainkan 48 parpol bentukan dari "bawah" yang siap bertanding secara demokratis-meski disisipi "politik main uang" yang masih kental di mana-mana.
Daya pikat lainnya mungkin ada pada segepok harapan baru yang menyertai pilihan rakyat. Bukankah momentum ini berlangsung seusai Soeharto turun dari kursi kepresidenan setelah berkuasa 30 tahun lebih? Era kabinet masa transisi berakhir, lalu terbentuklah pemerintahan baru, kepemimpinan baru, yang memberikan roh suci, tarikan napas kuat, dan darah segar pada tubuh reformasi. Pada babak berikutnya, harapan itu digantungkan buat mengobati negeri yang sempat tercabik-cabik ini.
Di sini, sejak pemilu 7 Juni itu, suara dukungan rakyat pada partai segera dihitung. Perlu waktu sekitar sebulan untuk sampai pada kepastian jumlah suara yang kemudian diumumkan secara resmi. Itu bukan berarti peluang bermain curang tertutup rapat. Masa penghitungan suara ini merupakan salah satu titik rawan yang tak mustahil bisa mengundang gejolak baru. Apalagi jika sampai terjadi di kawasan luar Jawa, yang masih susah diamati, yang sudah dijangkau khalayak luas. Padahal, suara rakyat dalam hajatan tusuk partai ini amat menentukan pembagian kursi para wakilnya di DPR, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, maupun kota madya.
Siapa pemenangnya mungkin bisa diduga. Hampir…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?