Abdul Madjid: "jadi Presiden Itu Gampang"
Edisi: 12/28 / Tanggal : 1999-05-30 / Halaman : 28 / Rubrik : WAW / Penulis : Dharmasaputra, Karaniya , Febrian, Raju , Nugroho, Kelik M.
SINGA podium ini tak lekang oleh usia. H. Abdul Madjid mengawali karir politiknya di panggung kampanye Partai Nasional Indonesia (PNI) pada Pemilihan Umum 1955. Pada usia senjanya, sekarang 82 tahun, ia masih "mengaum" garang. Kali ini sebagai juru kampanye reinkarnasi PNI-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan-di sebuah ajang yang juga merupakan penjelmaan pemilu multipartai pertama itu.
Madjid adalah potret utuh salah satu aliran politik di negeri ini: nasionalis. Jelas, ia amat memuja Bung Karno. Mantan Sekretaris Jenderal PNI itu piawai menirukan langgam dan gaya presiden pertama itu berpidato. Pada awal Orde Baru, meski semula menentangnya, ia adalah salah satu penanda tangan deklarasi fusi PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, dan Murba menjadi PDI, pada 1973. Ketika Megawati Soekarnoputri naik ke pucuk pimpinan PDI-dan sempat dicoba digulingkan Soeharto-ia teguh membelanya.
Keras memegang prinsip adalah salah satu sifatnya. Semasa sekolah, pada usia 15 tahun, Madjid muda memimpin pemboikotan Hari Oranye untuk menghormati Ratu Belanda. Ia juga tanpa tedeng aling-aling mengakui keterlibatannya di PNI Asu (Ali Sastroamidjojo-Surachman), yang dicap komunis-padahal menurutnya bukan. Sikap kerasnya terhadap Soeharto membuat penanda tangan Petisi 50 ini kerap digusur dari daftar pengurus PNI dan PDI. Pada 1979, ia di-recall dari Senayan.
Pada pemilu mendatang, kakek 25 cucu ini dicalonkan PDI Perjuangan sebagai calon legislatif nomor satu di Lumajang, Jawa Timur. "Saya mengkhawatirkan perpecahan di PDI Perjuangan," katanya kepada Karaniya Dharmasaputra, Raju Febrian, Kelik M. Nugroho, dan fotografer Rully Kesuma. Berikut petikan wawancara dengannya, di ruang kerjanya yang tua dan dipenuhi berbagai pipa cangklong dan tongkat antik.
Apa benar Pemilu 1955 paling demokratis?
Benar. Paling demokratis, paling tenteram. Padahal, waktu itu ada 51 tanda gambar dari sekitar 30 partai, organisasi biasa, dan perorangan. Tiap individu boleh ikut, asal didukung sekurangnya 20 orang.
Bagaimana suasana kampanyenya?
Meriah, seperti pesta rakyat. Masyarakat berjalan kaki datang ke tempat kampanye, seperti piknik. Mereka membawa makanan dari rumah. Di sepanjang jalan juga disediakan kendi untuk minum. Pokoknya tertib. Padahal kampanye bareng berbagai partai.
Bukankah pertentangan antarpartai cukup tajam?
Ya. PNI, Masyumi, NU, dan PKI itu rival, bersaing ketat. Tapi, meski demikian, saya tidak pernah mendengar ada bentrokan antarpendukung.
Tidak ada sama sekali?
Di tempat yang saya datangi, tidak ada. Paling hanya saling mengolok-olok. Barangkali waktu itu orang masih baik-baik, he-he-he.... Padahal, tidak ada pengawas pemilu seperti sekarang. Sepertinya yang jadi pelaksana itu rakyat. Semua serba sederhana. Suara dihitung pakai papan tulis atau sipoa.
Kalau kecurangan pemilu?
Saya tidak pernah dengar…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…