Irwandi Yusuf: Sekarang Saya Terjajah
Edisi: 01/36 / Tanggal : 2007-03-04 / Halaman : 47 / Rubrik : WAW / Penulis : Gunawan, Herry, Warsidi, Adi,
KETIKA menjejakkan kaki di Pendapa seusai pelantikannya sebagai gubernur, Irwandi Yusuf seolah menemukan pertaliannya dengan masa yang telah lampau: âSeakan-akan saya selalu berada di sini,â ujarnya. Lelaki asal Bireuen itu menempati Pendapaâkediaman resmi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalamâsetelah dilantik pada 8 Februari lalu.
Sejumlah pendahulunya telah memandu tanah Aceh dalam berbagai-bagai masa. Tapi, boleh jadi, tak ada pemimpin setempat yang sedemikian riuh menarik perhatian dunia seperti Irwandi Yusuf. Dia dipilih dalam pilkada terbesar yang pernah dilangsungkan di negeri ini: 2,6 juta rakyat mencoblos dalam satu hari untuk menentukan seorang gubernur dan 19 bupati.
Jakarta berdebar-debar, jiran jauh dan dekat terpaku matanya ke provinsi di ujung utara Pulau Sumatera itu. Klimaks pecah tatkala seorang dokter hewan yang pernah menduduki posisi penting Gerakan Aceh Merdeka ditetapkan anak negeri Aceh sebagai gubernur. Irwandi Yusuf, 47 tahun, pun naik panggung. âMemang Aceh sering salah dibaca dari Jakarta maupun luar negeri,â ujarnya dalam wawancara dengan Tempo ketika namanya kian kukuh sebagai calon pemenang.
Hasil pemilu itu memang menuntut kompromi. Bagaimanapun, Irwandi adalah bagian dari barut masa silam tatkala Gerakan Aceh Merdeka dan Republik Indonesia berseteru dalam tempo yang panjangâhampir tiga dekade. Maka, walau rakyat Aceh bersuka cita, kegeraman dan amarah terdengar dari beberapa sudut Indonesia, antara lain Jakarta. âMengapakah kita membiarkan seorang yang pernah mengangkat senjata melawan negeri ini untuk memimpin?â keluh seorang tentara tua yang pernah bertugas di Aceh.
Namun, Aceh telah memilih dengan dunia sebagai saksinya. Maka, lelaki setinggi 155 sentimeter dengan potongan tubuh kukuh itu mengendalikan pemerintahannya dari ruang-ruang kerjanya di Pendapa. Sikap independen dari masa perjuangan dulu masih terus melekat pada dirinya. Irwandi gemar menyetir mobil sendirian ke mana-mana, walau kantornya menyediakan sopir dan pengawal. âMenggunakan sopir rasanya seperti orang lumpuh,â ujarnya kepada Tempo. Di depan media massa, ayah lima anak ini juga kerap tampil amat kasual, jauh dari penampilan resmi seorang birokrat.
Perjalanan hidup pria kelahiran Bireuen ini cukup berwarna. Setelah menyelesaikan kuliah kedokteran hewan di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada 1987, dia menjadi dosen. Gelar master di bidang kedokteran hewan diraihnya dari Oregon State University, Amerika Serikat.
Komunikasi dengan kawan-kawannya di Aceh tak putus selama Irwandi berada di luar negeri. Pada 1998, setelah menyelesaikan pendidikan, dia bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka. âSaya…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…