Cuak: Setelah Dom Aceh Dilorot

Edisi: 21/27 / Tanggal : 1999-03-01 / Halaman : 39 / Rubrik : INVT / Penulis : Gaban, Farid


MUHAMMAD Sufi bin Syahbuddin masih tergolek lemah di sebuah bangsal rumah sakit itu, di Lhokseumawe, Aceh Utara. Tangannya masih terbalut perban.

Namun, bukan luka itu sendiri yang membuatnya sedih. Dia yakin akan sembuh--lukanya tak terlalu mengkhawatirkan. "Setelah sembuh saya mungkin takkan pernah bisa kembali ke kampung saya," katanya kepada Zainal Bakri dari TEMPO, pekan lalu.

Para kerabat menyarankan Sufi sebaiknya mengungsi, entah sampai kapan. Dan itu berarti dia harus meninggalkan istri dan dua anaknya di Desa Alue Papeun, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. "Kalau itu sudah menjadi kesepakatan bersama, saya harus memenuhinya," katanya.

Sufi tak menduga kejadiannya akan begitu. Masih gelap pula buatnya, kenapa ada orang yang ingin membunuhnya. Apa motifnya? Kenapa dia jadi sasaran?

Pada malam yang biasa-biasa saja itu, 12 Februari lalu, Sufi yang pekerjaannya sehari-hari menjadi sopir sedang duduk-duduk di keude (kedai) nasi milik istrinya. Dia sedang mengobrol dan menonton televisi bersama beberapa tetangga ketika dua orang melintas bersepeda motor tanpa nomor polisi. Yang memegang setir mengenakan helm besar menutupi seluruh wajahnya, dengan selembar handuk di sekitar mulutnya. Yang membonceng, tanpa helm, melemparkan senyum yang dibalas oleh Sufi meski dia tak merasa mengenalnya.

Pengendara sepeda motor lewat begitu saja. Namun, beberapa saat kemudian, mereka datang lagi. Kali ini yang membonceng turun dan langsung mengarahkan senjata laras panjang ke dada Sufi. Sufi mencoba menepiskannya, tapi senjata itu menyalak mengenai tangannya. Si pembawa senjata kini membabi-buta, memuntahkan rentetan peluru sehingga atap dan dinding kedai bolong-bolong. Sufi dan teman-temannya berhamburan keluar dan sembunyi. Namun, si penembak--entah mengapa--tak memburu mereka, bahkan
melenggang pergi dengan tenang.

Menurut sumber lain, dua pengendara motor itu mengunjungi kedai berikutnya. Kembali si pembawa senjata menodong seorang laki-laki di situ dan bertanya: "Kah Keuchik Lah nyeuh?" (Kau Lurah Lah, ya?). Dengan wajah pucat pasi, yang ditodong menjawab, "Bukan." Para pemburu kemudian melepaskannya tanpa insiden.

Yang dimaksud dengan Keuchik Lah adalah Abdullah, mantan lurah di desa itu, yang belakangan sudah pindah ke desa lain. Abdullah dikenal sebagai aparat desa yang pernah membantu militer Indonesia. Masyarakat setempat menyebut orang-orang semacam itu sebagai "cuak" alias kolaborator.

Cuak. Itulah alasan yang diberikan kepada Sufi agar dia tidak kembali ke kampung halamannya. Meski dia bersumpah tak pernah mengkhianati penduduk desanya, dan itu dibenarkan oleh masyarakat sekitarnya, tuduhan sebagai cuak saja sudah cukup untuk membuat dia tewas.

Dalam beberapa bulan terakhir terjadi serangkaian pembunuhan misterius di seluruh penjuru Aceh. Sufi beruntung tidak terkena serangan pada bagian tubuhnya yang fatal. Menurut data yang dikumpulkan Yayasan Anak Bangsa, sebuah lembaga swadaya setempat, setidaknya ada 14 orang yang tewas di seluruh Aceh antara Oktober 1998…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.