Kisruh Helikopter Kalla

Edisi: 05/36 / Tanggal : 2007-04-01 / Halaman : 27 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Kuswardono, Arif A. , Badriah, Supriyanto, Agus


SURAT berlogo kepresidenan itu sampai di tangan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa, 7 Desember lalu. Di bawahnya ada pula carbon copy kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bertuliskan memorandum di kepalanya, memo bernomor R001 itu berklasifikasi rahasia. Pengirimnya orang nomor satu di republik ini: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Nota kepada dua menteri Kabinet Indonesia Bersatu berisi tiga poin singkat. Pertama, menjelaskan dasar dikeluarkannya memo itu yakni permintaan lisan Wakil Presiden pada 6 Desember 2006 kepada Presiden soal penyelesaian 10 helikopter yang didatangkan dari luar negeri untuk kepentingan bencana alam. Kedua, para menteri ini diperintahkan agar menyelesaikan proses perizinan dan administrasi atas 10 helikopter itu. Ketiga, mereka diminta berpedoman pada undangundang dan peraturan yang berlaku.

Memo biasa? Tidak juga. Lebih dari sekadar perintah rutin Presiden kepada menterinya, memo itu menyiratkan kemelut tersembunyi antara Wakil Presiden, Presiden, dan kedua menteri—terutama Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebuah kisruh yang membuat Wakil Presiden langsung menekuk wajah jika soal ini ditanyakan kepadanya.

Kemarahan Kalla berkaitan dengan penyegelan petugas Bea dan Cukai, badan di bawah Departemen Keuangan, terhadap 10 heli BO 105 asal Jerman di bandar udara Talang Betutu, Sumatera Selatan, 11 November 2006. Alasannya, capung besi itu menunggak pajak impor Rp 2,1 miliar. Wakil Presiden yang juga Ketua Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas) menganggap Bea Cukai kelewat kaku: heli yang tengah dipakai untuk memadamkan kebakaran hutan di Sumatera itu dibeslah untuk urusan yang ”sepele”. ”Ini apa? Mau pilih api padam atau pilih prosedur!” kata Kalla seperti ditirukan sumber Tempo di Istana Wakil Presiden, ketika tahu capung besinya ”dikunci”.

Karena jengkel itulah Kalla lalu menemui Yudhoyono dan lahirlah memo rahasia tersebut. Soal surat itu, sekretaris pribadi Presiden Kurdi Mustopa memilih tak bicara. ”Saya nggak tahu,” katanya. Sri Mulyani pun mengunci bibir. ”Wah, kalau soal itu, entar aja deh,” katanya kepada Anton Aprianto dari Tempo, awal bulan lalu.

***

SEBELUM tersesat dalam labirin persoalan, mari kita urut cerita ini dari awal. Pada September 2005, kebakaran hebat melanda hutan di Sumatera serta Kalimantan, dan asapnya membubung hingga Malaysia, Singapura, dan Thailand. Pemimpin ketiga negara protes karena Indonesia dianggap tak becus menangani petaka itu.

Presiden Yudhoyono lalu memerintahkan kebakaran hutan dihentikan. Apalagi tak lama lagi ia akan menghadiri pertemuan Negara Ekonomi Asia Pasifik (APEC) dan Konferensi Tingkat Tinggi Asean. Yudhoyono kabarnya marah besar ketika beberapa menteri bergurau di rapat kabinet. ”Ada bencana asap begini kok kalian masih tertawatawa,” kata Presiden seperti ditirukan seorang sumber.

Di tempat yang lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla melihat kebutuhan Indonesia akan helikopter sebagai peluang. Apalagi saat…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…