Abdul Rahman Saleh: Kami Punya Kartu As Untuk Para Buron

Edisi: 10/36 / Tanggal : 2007-05-06 / Halaman : 44 / Rubrik : WAW / Penulis : Hasugian, Maria, Setyarso, Budi, Manan, Abdul


NEGOSIASI 30 tahun itu berakhir di Istana Tampak Siring yang asri dan teduh. Disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Menteri Luar Negeri Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian kerja sama ekstradisi kedua negara pada Jumat pekan lalu. Warga Tampak Siring, Gianyar—sekitar 1,5 jam berkendaraan dari Denpasar—boleh jadi tak terlalu hirau pada hirukpikuk yang terjadi di istana mereka.

Inti dari seluruh hirukpikuk itu adalah tuntasnya negosiasi perjanjian kerja sama ekstradisi IndonesiaSingapura yang telah makan waktu, tenaga, dan pikiran selama tiga dekade. Semuanya berawal dari kegemaran para koruptor kakap Indonesia kabur ke Singapura sembari mengangkut harta milik mereka. Fenomena tersebut membuat negeri kecil itu sempat dijuluki ”benteng para koruptor Indonesia” Benteng itu mestinya runtuh setelah kerja sama diresmikan.

Presiden Yudhoyono mengatakan, perjanjian kerja sama ini amat penting untuk penegakan hukum di Indonesia. ”Ini kita telah bahas sejak 30 tahun yang lalu,” ujarnya. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menambahkan, warga negara Indonesia yang dulunya melakukan tindak pidana di Indonesia dan mengubah status kewarganegaraan pun dapat diekstradisi ke Indonesia.

Hasil di Gianyar tidak diterima sebagai peristiwa happy ending oleh sejumlah pengamat dan anggota parlemen. Mereka menduga kompensasi yang diberikan Indonesia di bidang militer dan pertahananlah yang membikin Singapura sudi meneken traktat tersebut. Bahkan beberapa anggota DPR menyatakan akan menolak meratifikasi perjanjian tersebut.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, yang bersama anak buahnya akan berkewajiban melaksanakan ekstradisi ini kelak, tak mau ambil pusing dengan komentarkomentar itu. Menurut dia, perjanjian ini menjadi pintu masuk yang jitu untuk menangkap dan membawa pulang para koruptor yang bersembunyi dari tuntutan hukum.

Asetaset negara senilai ratusan triliun rupiah yang ditanam di negeri jiran bisa dibawa kembali ke Indonesia. ”Kami sedang menginventarisir,” ujarnya kepada Tempo sebelum berangkat ke Tampak Siring untuk menghadiri penandatanganan akad Singapura-ndonesia.

Pekan lalu, dalam dua kesempatan terpisah, Rahman memberikan wawancara kepada wartawan Tempo, Maria Rita Hasugian, Budi Setyarso, dan Abdul Manan. Perbincangan meliputi soal ekstradisi, kasus Munir, hingga transfer dana Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto di London ke rekening dua menteri.

Berikut ini petikannya:

Apa langkah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…