Setelah Perang: Damai Tapi Gersang

Edisi: 49/20 / Tanggal : 1991-02-02 / Halaman : 79 / Rubrik : LN / Penulis :


KETIKA pelbagai bangsa berperang di Teluk, di Kairo, pemuda-pemuda Kuwait
yang ikut mengungsi -- mereka pasti termasuk golongan pengungsi terkaya di
abad ini -- menghabiskan waktu berajojing di diskotek.

; Para diplomat Kuwait di Mesir memang mencoba melarang tingkah laku yang tak
patut itu. Namun, tak sepenuhnya berhasil. Seorang pemuda Kuwait menjelaskan
mengapa ia tak ikut berperang untuk merebut kembali tanah airnya: "Pasukan
yang ada di sana tentu dapat melaksanakan itu."
; Cerita ini, dilaporkan dalam The Asia Wall Street Journal pekan lalu,
menggambarkan bagaimana tak mudahnya masalah Timur Tengah diselesaikan -- juga
bila perang nanti selesai. Bagaimana wilayah ini bisa selamat bila penduduknya
sibuk bunuh-membunuh atau berfoya-foya -- alias tak serius mengurus kehidupan
sebuah bangsa, sebuah masyarakat?

; Perang Teluk memang bermula sebagai konflik antara Irak, yang menyiapkan
pasukan dan persenjataan terus-menerus di satu pihak, dan di Kuwait, yang
asyik menari dalam kekayaannya -- tapi tak siap menjaga diri -- di pihak
lain. Dalam ronde pertama, yang kalah Kuwait. Dalam ronde berikutnya, mungkin
Saddam Hussein.

; Namun, benarkah nasib buruk yang akan menimpa Saddam? Irak pasti kalah, itu
kata para pejabat AS. Perkiraan itu didasarkan pada beberapa kenyataan:
persenjataannya, misalnya. Kekuatan militer Irak konon terbesar No. 4 di
dunia. Seorang ahli militer Timur Tengah di Inggris pernah mengatakan, "Dari
segi persenjataan, Irak bukanlah sebuah negeri Dunia Ketiga." Namun, ia
bergantung pada luar, yakni Uni Soviet dan Barat.

; Malangnya, Uni Soviet, pemasok utama senjata Irak, kini sedang "sakit". Dalam
pada itu, tingkat industri dan kemampuan ekonomi Irak juga belum mungkin
secara cepat menyiapkan pengganti peralatan dan persenjataan yang rusak.

; Kalaupun Irak nanti kaput, Sekutu, dan terutama AS, akan menghadapi soal yang
lebih pelik: bagaimana mengelola sebuah Timur Tengah yang terbentuk dari
reruntuhan perang ini.

; Para pejabat tinggi AS mengakui bahwa AS memang belum punya strategi baru
untuk Timur Tengah. Selama ini garis besar haluan AS untuk wilayah yang
genting ini berdasarkan kepada pola Perang Dingin dengan Uni Soviet. Mendadak
Uni Soviet mundur dari arena. Dan Washington pun kehilangan asumsi-asumsinya
yang lama.

; Dalam kekosongan itu, setelah perang, AS akan terpaksa berhadapan dengan dua
kemungkinan. Pertama, mempertahankan pasukan di Timur Tengah, sebagai semacam
"polisi" kawasan itu. Kedua, angkat kaki begitu Kuwait dibebaskan.

; Pilihan pertama, kalaupun dipaksakan oleh keadaan, akan menimbulkan beban
yang berat bagi Washington. Presiden Bush tengah menghadapi ekonomi yang
melorot. Defisit anggaran AS belum lagi pulih meskipun kini jarang dibicarakan
lagi. Para analis ekonomi sudah berbicara tentang resesi ekonomi.

; Sementara itu, biaya perang tiap harinya mencapai angka sekitar US$ 1 milyar.
Jumlah itu sampai sekarang harus dipikul bersama, dengan Arab Saudi dan Kuwait
sebagai pembayar terbesar. Namun,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14

Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…

C
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14

Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…

M
Mandela dan Timnya
1994-05-14

Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…