Si Daud Yang Berukuran Xl

Edisi: 15/36 / Tanggal : 2007-06-10 / Halaman : 72 / Rubrik : LAY / Penulis : Shahab, Idrus F. , Kusrini, Asmayani,


Cannes 2007. Michael Moore menohok Amerika melalui film dokumentasinya: Bowling for Columbine, Fahrenheit 9/11, dan kemudian Sicko. Di Cannes, Michael Moore bisa tertawa lebar. Di Grand Theater Lumiere, Cannes, Sicko mempesona kurang lebih 2.000 penonton. Tepuk tangan panjang bergema tak henti-henti. Persis seperti ketika filmnya Fahrenheit 9/11 mendapat penghargaan tertinggi Palme D’or di ajang yang sama pada 2004.

Dunianya berubah. Ia kini seorang miliarder. Michael Moore sebenarnya seorang aktivis antiperang. Dalam aneka wawancaranya Moore mengaku ia tetap mewakili kelas pekerja, mereka yang suaranya tak pernah didengar. Adakah ia masih aktivis, pengusaha, atau selebriti?

Inilah Cannes. Pesta yang seakan tak kunjung usai. Pesta dengan desain barok, patung-patung Romawi, lampu-lampu kristal yang tak pernah mati, pohon-pohon palem, simbol ritual itu.

Masing-masing menawarkan atraksi. Di puncak sebuah tangga, David Carradine, bintang kungfu tahun 1970-an. Memakai jaket Mao Zedong, mengenakan kacamata hitam, tangannya melambai, memberikan ciuman kepada audiens. Ia mempromosikan Kill Bill, film yang dibintanginya dan disutradarai Quentin Tarantino.

Hari itu, pada 2004, bintang-bintang bersinar, bergerak di atas permadani merah Cannes. Tapi segalanya sekonyong-konyong berhenti manakala sesosok berukuran XL—kelihatannya pas benar jika ia mewakili seluruh industri makanan cepat saji Amerika—berkacamata hitam, bertopi bisbol, menuju pintu. Ya, ia Michael Moore, si pembuat film dari Kota Flint, Michigan; penulis, aktivis politik, sekaligus sebuah fenomena global. Di Cannes, Moore, yang atraktif bagi semua orang itu, melangkah masuk dengan lenggangnya yang khas: dibayang-bayangi aneka warta, juga kontroversi—termasuk berita terakhirnya: pertarungan barunya dengan Walt Disney, perusahaan film yang menolak mendistribusikan karyanya, Fahrenheit 9/11.

Ia biasa memilih seorang raksasa sebagai lawannya. Dan kali itu ia menuding Disney telah menyensor filmnya, sebuah dokumentasi yang merekam kehidupan di Amerika setelah peristiwa 11 September. Dan sekonyong-konyong tubuh Moore yang bongsor itu mengerdil, menjadi Daud yang berani menerjang si multinasional, Jalut alias Goliath. Dialah Daud yang menantang raksasa Jalut. Dan kini semua bisa melihat, betapa ia menang perang—paling tidak di dataran moral.

Tapi Disney bukan sasaran yang teramat berarti dibanding George Walker Bush, misalnya.

Lalu bernyanyilah ia dalam buku karyanya yang paling kontroversial sekaligus menjual, Stupid White Men. ”Saya seorang warga Amerika Serikat. Dengan pemerintahan yang telah ditumbangkan. Dengan presiden terpilih kini dalam pengasingan,” begitu Moore membuka bukunya, bab pertama. Moore menyebut ”kami”—mewakili 234 juta orang penduduk yang tidak memilih dan tidak terwakili oleh rezim yang kini berkuasa di atas takhta kepresidenan.

Al Gore, presiden pilihan kami, katanya, unggul dengan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…