Keluar Dari Pusaran Krisis

Edisi: 22/36 / Tanggal : 2007-07-29 / Halaman : 25 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : Susanto, Heri, Arvian, Yandhrie, Dhyatmika, Wahyu


SATU dekade silam orang tersentak. Pertumbuhan luar biasa ekonomi Asia mendadak macet, lalu roboh, diikuti kesengsaraan yang sangat. Dari Thailand, 2 Juli 1997, badai krisis ekonomi menghantam daratan Asia. Indonesia yang terparah. Rupiah rontok, suku bunga melonjak gila-gilaan, harga barang seperti balon gas lepas. Seperti mimpi buruk yang nyata: ribuan perusahaan bangkrut, pengangguran membludak, dan jutaan orang jatuh miskin.

Satu dekade kemudian—sekarang ini—ekonomi Indonesia bukan hanya “siuman”, tapi sudah bangkit kembali. Thailand dan Korea Selatan memang lebih cepat pulih, tapi Indonesia memetik banyak hikmah: Orde Baru dan Soeharto berlalu, demokrasi hidup lebih subur. Modal yang sangat penting untuk menuju Indonesia yang lebih baik.

DUA Juli 1997, suatu pagi yang tak dikehendaki datang lagi.

Menteri Keuangan Thailand, Thanong Bidaya, akhirnya takluk di tangan spekulan. Kontrol atas mata uang bath terpaksa dilepas, demi menahan devisa yang bocor deras. Seperti pintu bendungan jebol, sejak itulah krisis keuangan datang memorak-porandakan bangunan ekonomi tiga negara Asia: Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan.

Meski tak separah tiga negara tadi, Malaysia, Filipina, dan Singapura ikut terpukul. Seperti rumah kartu roboh, dampaknya menjalar cepat. Krisis mata uang segera menjelma menjadi krisis perbankan dan ekonomi. Krisis sosial dan politik datang menyusul.

Ribuan perusahaan Asia bangkrut. Puluhan bank ditutup atau terpaksa merger. Jutaan pekerja kehilangan pendapatan. Jutaan lainnya mendadak jatuh miskin. Di Korea Selatan, penganggur dadakan itu terpaksa mudik ke desa. Mereka tak sanggup membayar sewa tempat berteduh.

Di Thailand, krisis memaksa ribuan pekerja konstruksi pulang dari Bangkok menuju kawasan pertanian di utara negeri itu. Di Indonesia, sektor konstruksi goyah, begitu juga manufaktur dan perbankan. Gelombang besar pemutusan hubungan kerja tak terhindarkan.

Sekitar 20 juta orang kehilangan kerja. Angka ini yang terbesar sejak akhir 1960-an. Artinya, satu dari lima orang angkatan kerja menganggur. Rupiah terpelanting dari semula Rp 2.400 menjadi Rp 17 ribu per dolar Amerika pada Januari 1998. Harga barang-barang membubung tinggi.

Keadaan makin runyam dengan suku bunga bank yang meroket mencapai 70 persen. Ratusan perusahaan kolaps seketika tertimpa utang yang tiba-tiba menggembung. Akibat pukulan beruntun…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04

Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…

D
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04

Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…

Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…