Muhammad Yunus: Kami Punya 100 Ribu Nasabah Pengemis
Edisi: 25/36 / Tanggal : 2007-08-19 / Halaman : 190 / Rubrik : WAW / Penulis : Parera, Philipus,
Telah lama Muhammad Yunus menyerahkan hidupnya kepada Bangladesh, kepada 150 juta lebih warga negeri itu. Tapi kaum duafalah yang mendapatkan tempat istimewa di dalam hatinya. Dia menyokong mereka menghalau kemiskinan. Dia merangkul mereka melalui gerakan kredit mikro: menawarkan pinjaman, tanpa jaminan, seraya melepaskan mereka dari kungkungan lintah darat.
Di Jobra, sebuah desa yang suram dan merana di Chittagongâsebelah tenggara BangladeshâYunus melakukan âuji cobaâ pertama kredit mikro. Uang US$ 27 (kini setara dengan Rp 270 ribu) dia pinjamkan kepada 42 wanita termiskin. âMasa-masa di Jobra mengajarkan kepada saya bahwa pinjaman kecil amatlah berarti bagi orang miskin,â ujarnya kepada Tempo. Tiga dekade lebih lewat sejak uji coba itu. Kini Yunus dan Grameen Bank (alias Bank Desa) yang dia lahirkan telah tumbuh menjadi satu raksasa ekonomi.
Setiap hari Grameen mengucurkan pinjaman US$ 5 juta. Bagi Yunus, âIni bisnis sosial, sebuah sistem yang memberdayakan orang miskin. Anda tidak menarik keuntungan apa pun dan Anda tidak kehilangan modal.â Sekitar 36 persen warga Bangladesh hidup di bawah garis kemiskinan. Yunus dan Grameen Bank berhasil menjangkau 80 persen dari mereka. âKami sedang mengejar 20 persen yang tersisa,â katanya.
Lahir dari keluarga kaya dan terpandang, kemiskinan bukanlah hal asing bagi profesor ekonomi lulusan Amerika ini. Tapi persentuhan dia yang sesungguhnya dengan orang miskin terjadi tatkala kelaparan besar melanda Bangladesh pada 1974. Yunus mengaku, dia sadar betapa teori-teori ekonomi hebat yang dia ajarkan di universitas tidak mampu menolong. Dia berupaya keras mencari jalan keluar untuk menolong orang-orang papa itu. Usahanya tidak sia-sia. Rantai kreditnya berhasil menghela jutaan orang melarat. Lahirlah julukan âBankir Kaum Miskinâ.
Pengabdian Yunus menelurkan puluhan penghargaan internasional. Dan Nobel Perdamaian menjadikan dia selebritas dunia. Di Balai Kota Oslo, dia naik panggung untuk menerima Nobel Perdamaian pada 10 Desember 2006. Nun jauh di Dhaka, di Chittagong, di ratusan desa Bangladesh, orang-orang bersorak, berpekik gembira, mengelu-elukan kemenangannya. Putrinya, Monica Yunus, seorang soprano tersohor di New York, mempersembahkan lagu bagi ayahnya. âSaya sangat bahagia dan bangga,â ujar Monica ketika itu.
Pekan lalu, Yunus berada di Indonesia selama hampir satu minggu. Di tengah jadwalnya yang amat padat, dia memberikan wawancara khusus kepada majalah ini. Wartawan Tempo Philipus Parera, Akmal Nasery Basral, Budi Riza, Hermien Y. Kleden, serta fotografer Bismo Agung menjumpainya di Hotel Borobudur, Jakarta.
Air mukanya ramah, tutur katanya santun namun tegas. Suaranya hangat, dengan irama yang naik-turun bergantian. Dia mengenakan kurta atau baju tradisional Bengali putih berpadu kotak-kotak biru dari katun sederhana. Sosoknya lebih mirip dosen sederhana ketimbang selebritas dunia. Pertemuan dengan Yunus berlangsung satu setengah jam lebih, diselingi sesi pemotretan yang mengundang tawa berderai-derai.
Berikut ini petikannya.
Berapa banyak keluarga miskin…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…