Ketika Sabu Tidak Berlalu
Edisi: 39/36 / Tanggal : 2007-11-25 / Halaman : 104 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Susanto, Elik , Sunudyantoro, Ekawati, Ati
Hotel Novotel di Surabaya heboh, Selasa pekan lalu. Lima tamunya yang menginap di kamar lantai tiga dan empat, pada dini hari diam-diam menggelar âpestaâ . Sekitar pukul 03.00, acara itu didatangi enam polisi. Pesta di kamar 465 itu bukan pesta betulan, melainkan âpestaâ sabu-sabu yang melibatkan aktor Roy Marten, 54 tahun.
Lima orang, yang semuanya mantan narapidana narkoba, termasuk Roy, ditangkap. Mereka ditengarai telah membentuk jaringan perdagangan obat terlarang yang terkoneksi antarsel di dalam maupun di luar penjara. Bintang film Cintaku di Kampus Biru itu baru dua bulan bebas dari penjara Cipinang, juga karena urusan sabu-sabu.
AIR mata Roy Marten tumpah ketika Erry Salam dan Ronny Salam datang ke tahanan Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya, Jumat pagi pekan lalu. Sejurus kemudian, ketiga saudara kandung itu berdekapan dan saling menggumamkan beberapa kalimat. Pertemuan itu berlangsung sekitar dua jam, diselingi makan siang di ruang penyidik.
Chris Salam, adik Roy yang lain, berusaha membesarkan hati abangnya, yang ditangkap polisi ketika âberpestaâ sabu-sabu di Hotel Novotel Surabaya, Selasa pekan lalu. Roy ditangkap bersama empat bandar dan pengedar narkoba di hotel yang terletak di Jalan Ngagel itu.
Ketika menerima kedatangan adik-adiknya, Roy cuma mengenakan celana pendek cokelat dan kaus putih ketat. Ia, yang biasanya murah senyum dan cengengesan, kini menjadi pemurung. Penangkapan pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 1 Maret 1952 itu berlangsung menjelang subuh. Tim penggerebek dari reserse narkotika berjumlah enam orang.
Penggerebekan dimulai dari kamar 364, yang dihuni Hartanto alias A Hong dan Winda. Keduanya dipergoki sedang asyik menyedot sabu-sabu. Dari A Hong, tim reserse mendapatkan nomor kamar Roy Marten, yaitu 465. Polisi mencium aroma, di kamar inilah pesta sabu-sabu digelar.
Ketika kamarnya didobrak, pemeran utama Badai Pasti Berlalu (1977) itu sedang tidur pulas. Polisi merangsek masuk, langsung menggeledah. Mereka mendapati sejumlah sabu-sabu di laci meja kamar Roy. âOke, saya memang salah,â kata Roy setelah terbangun, kepada polisi yang mengelilinginya.
Razia yang dipimpin Ajun Komisaris Totok Sumaryanto itu diteruskan memburu dua teman Roy yang lain, yaitu Freddy Matalula dan Didit Kesit Cahyadi. Keduanya ternyata tak jauh dari kamar 465.
Ketika pagi beranjak siang, mereka berlima dipaksa check…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…