Buya, Fatwa Dan Kerukunan Beragama

Edisi: 13/11 / Tanggal : 1981-05-30 / Halaman : 12 / Rubrik : AG / Penulis :


SURAT itu pendek. Ditulis oleh Hamka dan ditujukan pada Menteri Agama RI Letjen. H. Alamsyah Ratuperwiranegara. Tertanggal 21 Mei 1981, isinya pemberitahuan bahwa sesuai dengan ucapan ang disampaikannya pada pertemuan Menteri Agama dengan pimpinan MUI pada 2 3 April, Hamka telah meletakkan jabatan sebagai Ketua Umum Majeiis Ulama Indonesia (MUI).

Menteri Agama membacakan isi surat itu Sabtu lalu di Bina Graha seusai menemui Presiden. Sebelumnya, yang pagi itu tidak mengenakan kopiah, membacakan naskah dua lembar tulisan tangannya pada para wartawan. Isinya tanggapan Pemerintah mengenai persyaratan mundur Hamka tersebut.

Pemerintah berpendapat pengunduran diri Buya Hamka adalah hak seorang dalam negara demokrasi yang memang diakui dan dihargai.

"Maksud Buya mundur dari jabatan Ketua Umum MUI bukan untuk merusak MUI, apalagi merusak kesatuan dan persatuan. Sebab dalam pernyataan beliau, masih tetap bersedia membantu pemerintah," kata Alamsyah. Presiden percaya, lanjut Alamsyah, sebagai ulama besar Hamka akan tetap menyampaikan saran atau pertimbangan apabila perlu pada Presiden atau pemerintah.

Buat banyak orang pengunduran diri Hamka sebagai Ketua Umum MUI mengagetkan. Timbul bermacam dugaan tentang alasan dan latar belakangnya. Agaknya sadar akan kemungkinan percik gelombang yang ditimbulkannya, pemerintah dalam pernyataannya mengharapkan agar mundurnya Hamka "jangan sampai dipergunakan golongan tertentu untuk merusak kesatuan dan persatuan bangsa, apalagi merusak umat lslam sendiri."

Menapa Hamka mengundurkan diri? Hamka sendiri pekan lalu mengungkapkan pada pers, pengunduran dirinya disebabkan oleh fatwa MUI 7 Maret 1981. Fatwa yang dibuat Komisi Fatwa MUI tersebut pokok isinya mengharapkan umat Islam mengikuti upacara Natal, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa.Menurut K.H.M. Syukri Ghozali, Ketua Komisi Fatwa MUI, fatwa tersebut sebetulnya dibuat untuk menentukan langkah bagi Departemen Agama dalam hal umat Islam. "Jadi seharusnya memang tidak perlu bocor keluar," katanya. Fatwa ini kemudian dikirim pada27 Maret pada pengurus MU di daerah-daerah. (TEMPO, 16 Mei 1981).

Bagaimanapun, harian Pelita 5 Mei lalu memuat fatwa tersebut, yang mengutipnya dari Buletin Majelis Ulama no. 3/April 1981. Buletin yang dicetak 300 eksemplar ternyata juga beredar pada mereka yang bukan pengurus MU.

Yang menarik, sehari setelah tersiarnya fatwa itu, dimuat pula surat…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16

Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…

S
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05

Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…

S
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05

Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…