Dinar "halal" Dan "haram"

Edisi: 04/21 / Tanggal : 1991-03-23 / Halaman : 23 / Rubrik : LN / Penulis :

INILAH rasa syukur, bercampur keprihatinan. Syeikh Jabar Al Ahmad Al Sabah,
emir Kuwait yang kembali dari pengasingan, tiba- tiba berlutut dan mencium
bumi Kuwait di bandara Kota Kuwait. Sementara itu, barisan drumband, ditambah
pasukan tradisional yang berseragam biru dan membawa pedang kuning, serta
pasukan kehormatan berseragam loreng sahara, menyambut sang kepala negara
dengan khidmat.

; Namun, siapa pun yang pernah menyaksikan upacara penyambutan, akan merasa
kehilangan permadani merah yang biasanya dibentangkan dari tangga pesawat
sampai ambang pintu ruang tunggu VIP. Tiadanya permadani itulah, mungkin,
simbol keprihatinan Kuwait. Yang jelas, suasana di bandara itu memang bukan
suasana pesta. Langit hitam oleh asap dari sekitar 500 sumur minyak yang
dibakar Irak. Dan di sana-sini tampak bangunan bandara yang hanya kerangka
reyot, dan sisa dinding marmar yang masih tegak berwarna kelabu kotor. Belum
jelas apakah ini akibat pengeboman Sekutu, atau bumi hangus tentara Irak dalam
Perang Teluk enam minggu. Kemungkinan besar, akibat kedua-duanya.

; Memang, tak hanya di bandara. Hampir seluruh wajah negeri seluas hampir
setengah Jawa Barat itu porak-poranda, setelah dijarah Irak dan dilanda
pertempuran. Tampaknya, Kuwait harus mulai segalanya dari nol, termasuk menata
kembali alat pembayarannya.

; Lihat saja di restoran milik Farid Khas, yang mulai buka pekan lalu tapi baru
menyajikan satu menu: kacang polong. Seporsi kacang boleh dibayar setengah
dinar Kuwait, atau lima…

Keywords: -

---

Foto Terkait