Ketika Tak Satu Hati Lagi
Edisi: 04/37 / Tanggal : 2008-03-23 / Halaman : 78 / Rubrik : PDK / Penulis : D.A. Candraningrum,, Susanti, Reh Atemalem, Hasan, Rofiqi
Lasmaniar Mutiara Stephany bingung. Di usianya yang belia, 18 tahun, masih pelajar kelas III SMA di Jakarta, ia diombang-ambingkan pilihan untuk mengukir masa depannya. Gara-gara pecahnya kongsi perguruan tinggi negeri di Perhimpunan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Nusantara, ia harus tes dua kali agar bisa masuk ke dua universitas pilihannya, Universitas Padjadjaran di Bandung atau Universitas Indonesia, Depok.
Padahal, jika kedua universitas papan atas itu masih dalam satu wadah, ia cukup tes sekali di Jakarta. Pilihan praktis pun diambilnya. âDaripada ribet, mending masuk swasta saja,â katanya.
Kondisi Agustin Korwa bahkan lebih sulit. Pelajar SMU 2 Jayapura ini harus terbang ke Jakarta untuk bisa tes di UI. âKalau sistemnya seperti ini, kita di Papua banyak yang tidak bisa kuliah di luar Papua, karena biaya tiket pesawat saja bisa sampai Rp 5 juta,â ujarnya.
Anak-anak muda ini korban pertikaian orang-orang yang lebih tua dan lebih berpendidikan karena masalah uang. Pada Ahad dua pekan lalu, 41 rektor perguruan tinggi negeri (PTN)âbelakangan dua PTN membatalkan diriâmenyatakan keluar…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Wajib Pajak atau Beasiswa?
1994-05-14Mulai tahun ajaran ini, semua perguruan tinggi swasta wajib menyisihkan keuntungannya untuk beasiswa. agar uang…
Serba-Plus untuk Anak Super
1994-04-16Tahun ini, sma plus akan dibuka di beberapa provinsi. semua mengacu pada model sma taruna…
Tak Mesti Prestasi Tinggi
1994-04-16Anak cerdas tk menjamin hidupnya kelak sukses. banyak yang mengkritik, mereka tak diberikan perlakuan khusus.…