Mimpi-mimpi Buruk Di Zaman Ini...
Edisi: 40/12 / Tanggal : 1982-12-04 / Halaman : 41 / Rubrik : SEL / Penulis :
DUNIA tak mengenal remaja gendut itu, sampai ia mencoba melakukan sesuatu yang ÂÅbesarÂÅ, 30 Maret 1981. Dengan melepaskan enam peluru berturut-turut, ia nyaris menempatkan diri dalam barisan para pembunuh Presiden Amerika Serikat. Sang presiden, kali ini Ronald Reagan, memang tak sampai tewas. Tapi dunia toh kaget.
Orang kembali mempersoalkan ÂÅImpian AmerikaÂÅ, yang sosoknya makin tak jelas. John Hinckley, calon pembunuh presiden itu, bagaimanapun adalah anak sebuah bangsa dengan sejarah yang tua dan kaya. "Ia percaya pada Impian Amerika itu," kata Aaron Latham, dalam tulisannya di majalah Rolling Stone, Agustus 1982. "Tapi di dalam pikirannya, inpian ini telah berganti sosok dengan sesuatu yang sangat fantastis."
Latham, pengarang Urban Cowboy dan terakhir menulis tentang Warren Beatty, mencoba menyusun ÂÅanatomiÂÅ John Hinckley dari serangkaian wawancara dan pengamatan. Ia melihat kasus ini sebagai "sisi hitam Impian Amerika," yang kadang memang tak terjangkau penglihatan. Ia cenderung melihat Hinckley sebagai sebuah kepribadian gombal, di tengah lingkungan yang tak kurang pula gombalnya.
Hampir seluruh hidup anak ini dikepung fantasi dan angan-angan. "Ia punya teman-teman wanita yang hanya ada dalam angan-angan. Ambisinya tak lebih dari fantasi. Bahkan kejahatannya, percobaannya membunuh sang presiden, lebih banyak bersifat angan-angan."
Ayahnya, John Hinckley Sr, percaya pada Impian Amerika model Horatio Alger. Itulah sebuah negeri, tempat orang bekerja ult untuk merambah jalan menuju puncak. Tapi anaknya lebih tergoda pada Impian Amerika model bintang rock, yang dalam sekali Rebrak bisa langsung melejit dan menggemparkan masyarakat. "Pemuda berwajah bayi ini," kata Aaron Latham, "yang sarapan pagi di kedai Mc Donald sebelum memberondong sang kepala negara, ingin mencapai kemasyhuran secepat fast food ala Amerika."
Ia juga percaya pada sebuah versi lain Impian Amerika--the Rich Daddy American Dream--tempat anak-anak bergayut sentosa pada kocek orang tua mereka yang tebal. Dalam versi ini setiap anak punya solusi yang sederhana: apa pun yang terjadi, uang ayah akan menyelamatkan aku dari segala kesulitan.
Tapi Aaron Latham tak semata-mata menuding John Hinckley. "Kita semua memendam Impian Amerika yang tak jauh berbeda dengan versi Hinckley," katanya. "Dari waktu ke waktu kita membuai diri dalam fantasi kemasyhuran, membenamkan kepribadian ke dalam citra yang dijejalkan oleh industri layar putih. Kita memiliki John Hinckley dalam diri kita masing-masing. Ia berada di bawah kesadaran ambisi kita."
ARON mengakui, "kita tak tahu pasti apa yang membuat Hinckley demikian sakit." Tapi seorang psikiater mempelajari anak ini selama berada dalam tahanan. Dan ia membuat hipotesa yang nyaris sangat fantasis.
Ia tak mengemukakan teori ini ketika diminta tampil di pengadilan. "Teori itu lebih cocok digambarkan di gedung bioskop, ketimbang di ruang pengadian," tulis Aaron. "Tapi kami mendiskusikannya di kantor sang psikiater, di Harvard Medical School."
"Kasus ini nyaris sebuah science-fiction," kata Dr. David Michael Bear kepada Aaron. Dan ia mulai membuat garis besar sebuah skenario ilmiah, dengan bintang utama John Hinckley. "Skenario itu mengingatkan aku akan cerita-cerita science-fiction," tulis Aaron, "terutama tentang anak-anak yang dilahirkan lain."
Di layar putih, anak-anak seperti itu biasanya digambarkan dengan sepasang mata yang menyala, otak yang istimewa, dan tingkah laku yang mengerikan. Di dalam kehidupan nyata, yang bisa juga tak kalah fantastisnya, John Hinckley bisa menjadi salah seorang anak seperti itu. Ia hanya tak memiliki sepasang mata yang menyala: Sinar matanya sangat lemah.
Apa yang membuat otak Hinckley berbeda merupakan hal yang tak kalah fantastisnya. Beberapa dokter di Harvard sekarang percaya pada teori Dr. Norman Gershwin, tentang kemungkinan berkembang atau merosotnya jumlah pemimpi dalam pertumbuhan bangsa manusia.
Bila ketegangan merendah, jumlah pemimpi yang lahir makin sedikit, karena imajinasi tidak begitu diperlukan. Tapi bila ketegangan memuncak, ada hormon tertentu--di antaranya testosterone--yang dilepas tubuh seorang wanita hamil. Hormon ini membantu ÂÅterciptanyaÂÅ otak-otak special, yang mampu bermimpi lebih dalam, mampu menemukan sesuatu, tetapi juga yang kadang-kadang lemah dan tidak sempurna.
"Ketika John di kandungan ibunya tiga bulan," kata Dr. Bear, "rumah keluarga itu terbakar." John lahir sebagai anak kidal, dengan otak yang kurang beres. Hormon testosterone yang beredar dalam tubuh ibunya, tatkala mengalami ketegangan, bisa saja mendorong Hinckley menjadi seorang jenius. Tapi bisa juga ia menjadi schizophrenic. Seperti yang lebih banyak dicenderungkan. John sendiri pernah menulis puisi berjudul Ia Yang Dilahirkan Sebagai Jenius. Dalam puisi itu, antara lain, ia menyebut dirinya "lahir tak bercela."
Teori ÂÅketeganganÂÅ ini makin banyak dipertanyakan. Di Inggris pernah dilakukan pengamatan terhadap anakanak yang dikandung atau dilahirkan di tengah Perang Dunia II. Anak-anak itu ternyata kemudian merupakan generasi yang luar biasa. Salah seorang di antara mereka adalah John Lennon, tokoh idola John Hinckley.
JOHN Hinckley ingin menjadi John Lennon ia biasa menyendiri di kamar, belajar memainkan gitar, untuk menjadi Lennon. Tapi pada dasarnya bocah ini pemalu. la bahkan tak berani bermain gitar di depan para saudaranya, atau ayah ibunya sendiri.
Ia memang tak perlu cemas disuruh bergitar di depan kawan dan sahabat-sebab ia tak punya seorang kawan pun. Anak yang kesepian ini, yang tak pernah berani bergaya di depan siapa pun, ternyata menyimpan mimpi untuk bergaya di depan dunia. Dalam benaknya, mungkin hanya dua jalan yang membuka kesempatan menuju kemasyhuran. Menjadi bintang rock, atau melakukan pembunuhan penting.
"Minat John Hinckley terhadap The Beatles merupakan isyarat dini keinginannya yang luar biasa untuk menjadi termasyhur, tanpa perlu banyak berusaha," kata Dr. Park Dietz psikiater yang turut memberi kesaksian dalam pengusutan anak muda itu. Ya, "The Easy American Dream Fantasy, " tulis Aaron Latham.
Dikipas oleh angan-angannya, anak pendiam yang ingin menjadi bintang Rock ini memulai petualangannya menuju kemasyhuran, April 1976. Kepada kedua orang tuanya di Evergreen, Colorado, ia menulis sepucuk surat yang memberitakan kegagalannya di Texas Tech University. Ia juga menerangkan akan meninggalkan Lubbock, tanpa menyebutkan tujuan dan rencananya lebih jauh.
"Enam minggu kamitak mendengar sesuatu mengenai John," kata ibunya, Jo Ann Hinckley, memberi kesaksian di depan pengadilan. "Kami tak mengerti di mana dia berada. Kami sangat cemas, dan tak bisa memastikan hidup matinya." Berita pertama datang melalui kartu Hari Ibu yang dilayangkan John Hinckley ke rumah orang tuanya. "Kartu itu tidak mencentumkan alamat pengirim."
Hinckley sementara itu mengikuti angan-angannya dengan melangkahkan kaki ke Hollywood. Bukankah sasaran pembunuhannya adalah tokoh yang juga mengembangkan kemasyhurannya di Hollywood, beberapa generasi terdahulu? Tapi ia tidak menempuh jalan yang lazim.
"Tindakan ke Hollywood ini adalah untuk mencari penerbit musik," kata William T. Carpenter, psikiater yang turut memberikan kesaksian di pengadilan. Tapi sampai di kota impian itu, Hinckley segera kehilangan nyali. Ia merasa tertekan, merasa tak berguna dalam hidup ini. Pada saat itulah ia menonton film Taxi Driver.
Ia melihat film itu pertama kali di Egyptian Theatre. Kepada Dr. Bear, Hinckley pernah bertutur, "saya merasa seperti Travis dalam film tersebut. Seorang yang kesepian, tak berbahagia, tak punya kekasih. Aku menoleh ke sekitarku, oh, betapa segalanya mengerikan."
Tak kurangdari 15 kali John Hinckley menonton Taxi Driver. Ia berusaha memiliki skenario film tersebut. Ia membeli rekaman musik film tersebut, dan memutarnya tak kenal jemu. Dalam keadaan seperti itu ia biasa bertarya kepada dirinya sendiri: "Apakah aku Travis?"
Sejak menonton Taxi Driver, Jhon Hinckley menssuaikan segala tingkah laku dan kebiasaannya dengan Travis Bickle. Tak terkecuali dalam memilih minuman, pakaian bahkan kegemaran Film itu merasuk ke dalam kehidupan pribadinya. Ia merasa lengkap menjadi Travis.
Dalam film itu Travis bertemu Iris. Lonte yang bekerja di bagian paling buruk Kota New York, kendati dalam usia sangat belia. Travis bersahabat dengan wanita ini. Dan peranan Iris dimainkan oleh Jodie Foster. Ia tampak bagai seorang gadis kecil. Iris dan Jodie Foster seperti luluh jadi satu dalam film tersebut.
"Hinckley tidak mengidentifikasikan kekerasan, melainkan patologi," kata Paul Schrader, penulis Taxi Driver. " Kita dapat saja berhenti menyajikan kriminalitas secara realistis," katanya. "Namun para psikopat tetap saja hadir di antara kita, bahkan tanpa seni sama sekali. Kita tetap punya Raskolnikov, tanpa memiliki Crime and Punishment. Dan para psikopat menemukan identifikasinya dalam berbagai wadah lain. Umpamanya buku komik, bahkan iklan pakaian renang."
Aaron bertanya kepada Schrader, "apakah kita semua bukan anggota generasi angan-angan?" Penulis itu terdiam sejenak. "Well, fantasi telah menjadi bisnis yang lebih besar dari yang pernah kita bayangkan," katanya. "Fantasi telah menjadi urusan keluarga. Dulu anda mendengar cerita-cerita khayal dari mulut ke mulut, di tengah keluarga. Kini cerita khayal itu dipompakan oleh konglomerat yang tak punya paras, yaitu tv."
Pada 10 Juni 1976, John menyurati orang tuanya. Ia sedang mengalami kesulitan, dan membutuhkan bantuan. Seperti dituturkan kemudian oleh ibunya, "John kecurian. Ia tak punya apa-apa. Hidup di loteng-loteng dan tidur di bangku taman. Tak punya uang dan pakaian, tak punya tempat tinggal. Kami sangat bingung." Pada saat seperti itu, si pemimpi ternyata kembali berpaling mengharapkan bantuan ayahnya, pedagang minyak yang kaya.
Dan sang ayah memang segera bertindak. Ia segera mengatur pengiriman uang, dan melayangkan sepucuk surat untuk membesarkan hati John.
Betulkah ia dirampok? "Mungkin cuma sekedar ka tulis Aaron Latham, "sebagai usaha mendramatisasikan hidupnya dan mendapatkan uang dari orang tuanya." Soalnya, perampokan itu tak ada dalam catatan polisi. Bahkan menurut Aaron, John melanjutkan dramatisasi itu dengan menampilkan seorang teman wanita dalam hidupnya.
"John menceritakan kepada kami seorang teman wanita bernama Lynn," kata Hinckley Sr. Mereka merencanakan melancong ke Malibu. "Kami sungguh merasa senang."
Dr. Carpenter mendukung kesimpulan Aaron. "Ia ÂÅmenciptakanÂÅ Lynn untuk alasan tambahan memperoleh bantuan keuangan dari orang tuanya," ujar psikiater tersebut. "Wanita ini sangat mirip dengan salah satu peran utama Taxi Driver."
Psikiater lain, Dr. Bear, bertutur, "setelah menonton film itu, John mulai menulis surat…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…