Pengantin-pengantin Malang

Edisi: 06/13 / Tanggal : 1983-04-09 / Halaman : 39 / Rubrik : SEL / Penulis :

SUATU siang di bulan Februari yang diingin di New Delhi. Di halaman dalam Benteng Merah - bangunan raksasa abad ke-17 yang selalu menjadi obyek utama kunjungan wisatawan di ibukota India - sekelompok orang berkerumun menyaksikan sebuah atraksi. Bagi turis yang tidak mengerti bahasa Hindi, pertunjukan itu tak ubah seperti sebuah teater jalanan yang penuh musik, nyanyian, dan tari. Tapi itu adalah sebuah drama perkawinan khas India - yang dipentaskan untuk mengingatkan orang pada tragedi rumah tangga yang masih saja berlanjut di sana.

Inilah ceritanya. Ketika madu telah habis diisap, mempelai pria mulai bertingkah - mengutik-utik mahar yang diberikan pengantin wanita: lemari esnya terlalu kecil, tidak semua permata 22 karat, dan lain sebagainya. Si gadis mulai bingung. Sebab keluarganya sudah tak mampu lagi untuk memenuhi tambahan mahar yang diminta. Lakon berakhir: suatu kecelakaan di dapur yang disebabkan oleh minyak tanah minta korban pengantin wanita.

Reaksi publik terhadap pertunjukan itu macam-macam. Para wanita, terutama orang India, tampak geram melihat kesewenang-wenangan suami terhadap istri seperti yang dipentaskan. Sedang penonton pria anteng saja.

Sebuah drama lain, dan ini dimainkan oleh publik, mengenai sikap pro dan kontra mahar mulai. Seorang pemuda yang tidak begitu terkesan terhadap protes sosial yang dipentaskan oleh kelompok drama itu langsung buka mulut: "Mengapa pengantin tidak…

Keywords: -

---

Foto Terkait