Demokrasi Versi Mufakat Cibeureum
Edisi: 07/21 / Tanggal : 1991-04-13 / Halaman : 18 / Rubrik : NAS / Penulis :
UDARA sejuk di kawasan Cibeureum tak cukup untuk mendinginkan hangatnya perdebatan di seputar soal-soal aktual di negeri ini. Di sana, persisnya di sebuah aula di penginapan Taman Safari Garden, Cisarua -- atau sekitar 75 kilometer arah selatan dari Jakarta -- berkumpul sekitar 40 orang, pertengahan Maret 1991 silam.
Pertemuan yang berlangsung dua hari itu memang sarat dengan obrolan politik. Dimulai sejak Sabtu, 16 Maret 1991, sampai Minggu sore, sejumlah nama beken bertukar pendapat. Di antara mereka, misalnya Ketua dan Sekjen PBNU Abdurrahman Wahid dan A. Gaffar Rahman, tokoh ICMI Soetjipto Wirosardjono. Lalu tokoh dari LP3ES Aswab Mahasin, Daniel Dhakidae dan Manuel Kaisiepo. Ada juga pakar hukum T. Mulya Lubis, yang baru saja menyelesaikan program doktornya di AS, serta A. Rahman Tolleng, bekas pemimpin redaksi koran Suara Karya.
Tak ketinggalan Arief Budiman, dosen Universitas Satya Wacana Salatiga, yang belakangan ini bikin berita karena tak mendapat exit permit dari kantor Imigrasi Semarang. Hadir juga di sana pastor seperti Romo Mangunwijaya, Pater Danuwinata, Frans Magnis Suseno, dan Mudji Sutrisno. Dan sejumlah wartawan seperti Aristides Katoppo, Rikard Bagun, Parakitri, dan Alfons Taryadi. Juga Marianne Katoppo dan Mimis Sasmoyo.
Ada pula pengusaha seperti Bondan Gunawan, yang kini memimpin PT Hasta Manunggal -- sebelumnya ia pernah dikenal sebagai aktivis di Dewan Mahasiswa UGM tahun 1973-1974. Ada aktivis lainnya seperti Chris Siner Key Timu dan Marsilam Simanjuntak -- keduanya termasuk yang menandatangani Petisi 50. Dan Kristiya Kartika (Ketua GMNI), aktivis PMKRI Eko Tjokrodjojo, serta pegawai negeri dari Departemen Agama Djohan Effendi.
Pertemuan yang diprakarsai oleh Abdurrahman Wahid itu berlangsung gayeng. Sebagian peserta ada yang mendapat undangan tertulis dari Gus Dur (begitu panggilan akrab Abdurrahman Wahid), ada juga yang hanya lewat telepon. Bahkan Arief Budiman menganggap pertemuan itu seperti reuni, kangen-kangenan. "Kami ini jarang kumpul. Ada Rahman Tolleng juga Eko itu kan teman saya di SMA," katanya.
Nama Eko -- lengkapnya Eko Tjokrodjojo -- yang disebut oleh Arief tadi dalam pertemuan itu menjadi moderator. Pembicaraan pun berlangsung bebas, dan semua banyak berbicara tentang demokrasi dan kebebasan berpendapat. "Tak ada yang membuat makalah atau memberikan pengarahan. Pokoknya, yang dibicarakan adalah soal demokrasi dari macam-macam aspek," kata Bondan Gunawan.
Akhirnya mereka menutup…
Keywords: Ahmed K. Suriawidjaja, Liston P. Siregar, Ardian T. Gesuri, Iwan G. Himawan, Forum Demokrasi, Gus Dur, Abdurrahman Wahid, A. Gaffar Rahman, Soetjipto Wirosardjono, Aswab Mahasin, Daniel Dhakidae, Manuel Kaisiepo, T. Mulya Lubis, A. Rahman Tolleng, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?