Mengembalikan Cahaya ’permata Dari Timur’

Edisi: 19/37 / Tanggal : 2008-07-06 / Halaman : 41 / Rubrik : GH / Penulis : Kuswardono, Arif, Muhtarom, Iqbal, Mustika, Amandra


Untuk pertama kali, Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memiliki Rencana Induk Kota Tua yang lengkap. Meski masih berupa konsep dan belum berketetapan hukum, rencana yang memberikan garis besar pengembangan kawasan Kota Tua seluas 846 hektare itu sudah bisa digunakan sebagai arahan. Di dalam rencana induk itu, sudah ada pembagian kawasan menjadi lima zona, yang akan dikembangkan sesuai dengan karakter asli daerah tersebut. Misalnya zona satu, kawasan Sunda Kelapa, diarahkan ke karakter bahari. Jalan-jalan dan ritme bangunan di sana diarahkan ke laut.

Gubernur Fauzi Bowo sendiri punya komitmen merevitalisasi Kota Tua. Dia pernah punya ide memindahkan Institut Kesenian Jakarta ke kawasan Kota Tua. Ide lain yang brilian, untuk menambah daya tarik Old Town, juga bertebaran. Tapi tak semudah itu mewujudkannya. Sebab, kendala yang menghadang juga menumpuk dan tumpang-tindih, dari kondisi kawasan yang sudah kumuh, pembangunan jalan yang telanjur serampangan, peraturan yang tidak memadai, hingga kondisi dataran di sana yang rawan rob.

Nah, mumpung masih hangat memperingati ulang tahun ke-481 Jakarta, Tempo menurunkan tulisan tentang Kota Tua Jakarta. Ini untuk sedikit memberikan semangat terhadap usaha revitalisasi dan konservasi kawasan yang pernah menjadi magnet bagi pendatang dan saudagar di masa lalu itu.

Sebuah batu berbentuk papan hitam dengan tulisan kaligrafi Cina dipamerkan di menara Museum Bahari. Hingga kini, kalimat-kalimat yang sudah tak utuh lagi itu belum ada yang meneliti. Apa maknanya juga belum ada yang tahu. Padahal, menurut Kepala Museum Bahari Dewi Rudiati, prasasti itu kemungkinan besar berisi informasi penting tentang kedatangan pedagang Cina ke Pelabuhan Sunda Kelapa. ”Mungkin saja sepenting batu padrao Portugis, yang berisi perjanjian Portugis dan Kerajaan Sunda pada 1522,” kata Dewi.

Masih untung, batu hitam itu terpelihara baik. Semula, batu tersebut berada di luar museum dan digunakan sebagai salah satu anak tangga. Para kuli mungkin mencopotnya begitu saja saat merehabilitasi Museum Bahari semasa Gubernur Ali Sadikin, pada 1977. ”Setelah diterjemahkan, kelihatannya penting, maka saya pindahkan ke sini,” kata perempuan yang baru saja melepas jabatannya itu.

Lempengan batu hitam dengan tulisan kaligrafi Cina bukan satu-satunya artefak yang terbengkalai di kawasan Kota Tua Jakarta. Masih banyak tetenger arkeolog yang terserak di kawasan itu. Batu Portugis…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

T
Tak Terpisahkan Capek, Jazz, dan Bir
1993-10-02

Sejumlah eksekutif mencari dunia lain dengan mendatangi kafe. kafe yang menyuguhkan musik jazz jadi rebutan.…

A
AGAR MISS PULSA TIDAK KESEPIAN
1993-02-06

Pemakaian telepon genggam atau telepon jinjing kini tak hanya untuk bisnis tapi juga untuk ngobrol.…

I
INGIN LAIN DARI YANG LAIN
1992-02-01

Festival mobil gila dalam pesta otomotif 92 di surabaya akan diperlombakan mobil unik, nyentrik dan…