Memperebutkan Posisi Imamah
Edisi: 50/23 / Tanggal : 1994-02-12 / Halaman : 37 / Rubrik : NAS / Penulis : ARR
HUJAN deras yang mengguyur Senin pagi pekan lalu membuat becek pelataran Pesantren Asshiddiqiyah, Jakarta. Toh Presiden Soeharto, yang diundang Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, bersedia datang dan membuka Musyawarah Nasional IV Ikatan Pondok Pesantren Nahdlatul Ulama atau Rabithatul Maahidil Islamiyah (RMI). Dan hujan pula yang mengantar Wakil Presiden Try Sutrisno menutup perhelatan yang dihadiri 1.500 wakil pesantren itu Kamis pekan lalu.
Meski banyak kiai sepuh yang tak tampak dalam acara itu, ada belasan menteri yang berbicara di RMI. Ini tidak mengherankan karena dalam wadah ikatan tersebut kini berhimpun sekitar 7.000 pondok pesantren, dengan sekitar 6 juta santri. Perhatian yang begitu besar dari Pemerintah ini tentu punya latar belakang tertentu. Sebut saja lembaga khusus di bawah Pengurus Besar NU ini terbentuk pada 1951, tapi baru pada munas III, lima tahun silam, di Watucongol Magelang, pejabat pemerintah berbondong-bondong menghadirinya -- ketika NU sudah menyatakan "kembali ke khitah 1926" itu.
Di munas itu sempat muncul keinginan agar RMI menjadi lembaga otonom, terpisah dari PB NU, sehingga RMI…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?