Inilah Dunia "lihatlah Saya"
Edisi: 08/14 / Tanggal : 1984-04-21 / Halaman : 28 / Rubrik : ILS / Penulis :
BAJU-baju longgar gaya Jepang hari-hari beLakangan ini memberikan kebebasan bergerak lebih leluasa bagi wanita Indonesia. Inspirasi yang datang dari para perancang busana Negeri Sakura, di samping pengaruh Eropa, kini mewarnai corak pakaian di Indonesia. April ini adalah awal masa ramai penjualan pakaian, setelah melewati periode sepi sepanjang tiga bulan sebelumnya.
"Trend 84" yang ditawarkan para perancang busana muda Jakarta sekarang adalah baju-baju yang lapang - seperti kimono yang longgar itu. Rancangan Ghea Sukasah, 29, dan Chossy Latu, 25, misalnya, mengambil potongan seperti ini. Dan selera neo klasik yang sudah menjadi cap Harry Daroeharto Dharsono, 33, ataupun Prayudi, masih membarenginya. Sejak bulan ini hingga pertengahan tahun depan, mereka menunggu pembeli.
Periode Januari-Maret, seperti selalu terulang setiap tahun, merupakan "masa, di rnana transaksi yang terjadi kecil sekali," kata Harry Dharsono, "walaupun toko kelihatan banyak didatangi pengunjung." Kuartal pertama setiap tahun selalu mencatat angka terendah untuk penjualan pakaian. Puncak penjualan selalu terjadi menjelang hari Natal.
Fashion design adalah dunia yang mungkin sangat sadar akan naluri manusia. Jenis mode apa pun yang dipakai, begitu pernah dikatakan almarhum Desainer Arthur Tambunan selalu merupakan pancaran hati seseorang. Seseorang yang ingin mengatakan kepada orang lain, "Lihatlah Saya!" Dan "Lihatlah Saya", untuk sebagian orang, kemudian mungkin menjelma menjadi persaingan yang tidak terang-terangan.
Kata Harry Dharsono, pakaian memang dipandang sebagai simbol status buat sebagian orang. Dan menurut Sudjoko, 56, dosen Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB), fashion adalah "dunia yang hanya diketahui, dipikirkan, dikembangkan, dimiliki, serta disibuki kaum gahari dan digung - golongan menengah dan atas." Rumit, aneh-aneh, "dan saya tak mengerti, semuanya itu untuk apa," kata Sudjoko.
Busana yang piawai, ataupun busana inggi, yang terlalu biasa untuk sebagian kecil orang, barangkali terlalu musykil untuk sebagian besar yang lain. Rancangan Nina Ricci, yang diperagakan di Excutive Club, Hotel Hilton, Jakarta, Maret tahun silam boleh jadi hanya dapat dihayati oleh 70 wanita muda dan setengah baya yang hadir dalam peragaan itu. Harga sepotong baju yang sebelum di Jakarta sudah diperagakan di London, Tokyo, dan Hong Kong itu bergerak mulai dari Rp 200.000 sampai Rp 2 juta. Inilah yang dibilang orang sebagai high fashion, "makanan" kelompok berduit yang jumlahnya sangat terbatas.
Pergaulan di situ memang tidak lagi pergaulan orang kebanyakan. seperti disebut Samsidar Isa, alias Tjami, pimpinan Studio yang berpengalaman menyelenggarakan show macam begitu, "Peragaan busana kini juga sudah menjadi tempat untuk entertainment." Karena itu pula satu meja dengan lima atau enam kursi pada peragaan busana, yang diselenggarakan berbarengan dengan acara makan malam, bisa diborong seorang cukong seharga Rp 2 juta. Dan karena itu pula seorang nyonya, yang berkali-kali menjadi pembawa acara pada peragaan busana, bisa menyaksikan sekelompok orang berpunya menyelenggarakan arisan uang dalam acara seperti itu. Sambil mengangkat alis serta menggeleng-gelengkan kecil, dia ber kata, "Jumlahnya ribuan dolar."
Kelompok konsumen seperti inilah yang menjadi pengunjung peragaan busana tingkat…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
NATAL DALAM GAMBAR
1991-12-28Berbagai gambar karikatur natal untuk peristiwa di eropa, myanmar, kremlin, palestina, dilli, yugoslavia, dan penyakit…
MENGAPA WANITA SIMPANAN
1990-04-21Emansipasi wanita mencatat banyak kemajuan ada sisi lain yang getir yaitu, kebebasan seks dan istri…
KETIKA TELEPON TIDAK BERDERING
1990-04-21Hubungan seks bebas para peragawati menurut okky asokawati berdasarkan cinta dan tanpa tuntutan. tempo mengadakan…