Topeng Cirebon: Bertahan Dengan Pembaruan

Edisi: 50/23 / Tanggal : 1994-02-12 / Halaman : 51 / Rubrik : SEL / Penulis : IND


Topeng Cirebon punya riwayat yang berabad-abad. Pada mulanya tari ini dapat mengusir roh jahat, dipakai untuk ngeruat sampai sedekah bumi. Lalu tariannya berlangsung berjam-jam, secara khusyuk. Perubahan masa membawa kesenian rakyat ini pada kepudaran: jarang dipentaskan. Peminatnya, baik penikmat maupun pendukungnya, berkurang. Kini ada pembaruan walau para seniman tua menyebutnya sudah gado-gado: lama menarinya dipangkas, geraknya sudah tidak asli. Wartawan TEMPO di Biro Bandung melacak perjalanan tari topeng ini dan mencoba melihat bagaimana pengaderan berlangsung selama ini. SUATU ketika Keraton Cirebon terancam. Pangeran Welang dari Karawang ingin merebut kekuasaan Sunan Gunung Jati. Pangeran dari Karawang yang belum masuk Islam itu amat sakti dan memiliki pusaka berupa sebuah pedang, Curug Sewu. Tak ada seorang pun di Keraton Cirebon yang bisa menandinginya. Maka, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Pangeran Cakrabuwana dari Siliwangi segera berembuk. Tak sanggup melawan dengan kekerasan, mereka menghadapinya lewat diplomasi kesenian.

Dibentuklah tim penari yang mengenakan kedok, yang ngamen berkeliling dari kampung ke kampung. Salah seorang penarinya, Nyi Mas Gandasari, adalah seorang dara yang sangat cantik. Dalam tempo singkat, kelompok seni topeng ini terkenal dan jadi pembicaraan banyak orang, sehingga mengundang hasrat Pangeran Welang untuk menyaksikannya.

Alkisah, Pangeran Welang jatuh cinta pada gerak tari dan paras Nyi Mas Gandasari. Nyi Mas pun berpura-pura menyambut cinta Pangeran. Ia mau dikawini asal lamarannya berupa pedang pusaka Curug Sewu. Tanpa pikir, Pangeran Welang setuju dan menyerahkan pedang pusakanya itu, sehingga saat itu kesaktian Pangeran Welang sirna. Dalam keadaan tak berdaya, Pangeran akhirnya menyerah total pada Nyi Mas dan minta ampun kepada Sunan Gunung Jati.

Keberhasilan tari topeng itu menaklukkan kekuatan jahat akhirnya dipakai dalam tradisi Cirebon seperti ngeruat untuk mengusir roh-roh jahat, ataupun upacara ngunjung untuk meminta berkah di makam keramat atau juga pada upacara sedekah bumi. Tari topeng makin merakyat setelah Kompeni Belanda mengubah struktur keraton dari panata agama menjadi panata negara. Para seniman keluar dari keraton, bergabung dengan santri di desa dan secara tak langsung mengembangkan tari topeng di desa-desa. Kreativitas pun tak terbatas. Tiap desa mengembangkan ciri khas tariannya sendiri, lahirlah enam topeng yang paling dikenal, topeng Losari, topeng Slangit, topeng Gegesik, topeng Kalianyar, topeng Majalengka, dan topeng Indramayu.

Cerita ratusan tahun lalu ini, yang termuat dalam babad Cirebon Carang Satus, menempatkan peran topeng Cirebon bermakna religius. Bagi orang keraton, tari topeng pada hakikatnya memperlihatkan macam-macam isi dunia ini, yang terlindung kedok-kedok. Semuanya baru jelas setelah kedok terbuka, yaitu ap'ulluloh, yang artinya semua bikinan Allah, semua makhluk tak punya kemampuan apa-apa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…