Irama Rhoma Irama
Edisi: 18/14 / Tanggal : 1984-06-30 / Halaman : 27 / Rubrik : MS / Penulis :
SUARA kereta api lengkap dengan lengkingan peluitnya, terdengar lamat-lamat. Makin lama semakin keras. Ketika semuanya memuncak, detak roda besi menghantam rel gemuruh mengguncang dada. Penonton yang memenuhi Stadion Utama Senayan, Jakarta, pada Pagelaran Pensi 83 - tergetar. Tempik sorak massa pun pecah bercampur teriakan-teriakan histeris. Panggung gelap.
Dan tiba-tiba seluruh lampu pentas menyala. Rhoma Irama berdiri dengan gagahnya, melafalkan salam. Gelegar massa pun pecah bagai huru-hara. Tapi tak lama. Serta-merta sang superstar mengangkat kedua tangannya, dan stadion pun senyap. Pertunjukan dimulai: seraya mengutip ayat-ayat Alquran pada kata pengantar yang singkat, sang raja ini berdendang. Demikian lagu demi lagu.
Ini pertunjukan Rhoma yang terakhir akhir November tahun lalu - setelah dalam jangka yang panjang tidak naik panggung. Tokoh yang bukan main terkenal ini, yang berada di hati jutaan rakyat, pada pertunjukan itu tampak benar kebesarannya. Dan ini bukan kebesaran yang, seperti pada Rendra atau tokoh-tokoh teater lain, disebabkan terutama oleh prestasi penampilan di panggung.
Daya tarik Rhoma, agaknya, diberikan pertama kah oleh kekuatannya dalam merangsang dan menggerakkan - lewat melodi yang mengalun tapi energetik dan populer dikenal sebagai dangdut itu. Suara Rhoma sendiri sangat dikenal: tidak merdu, tidak pula kasar seperti suara penyanyi rock, tapi cenderung panas atau gelisah dengan gelombang kecil-kecil yang merayu, melantunkan kejujuran dan, entah bagaimana, bayangan kesengsaraan. Ini adalah jenis suara aktif yang khusyuk alias hanyut, yang selalu saja terasa ingin mengungkapkan isi hati.
Kelebihan Rhoma dari yang lain-lain ialah karena ia tidak hanya menyanyikan lagu-lagu cinta dan berbagai impian "masyarakat bawah" - konsumennya yang paling besar. Melainkan juga keinginan-keinginan atau "aspirasi" mereka. Rhoma memang terasa berdiri di sana - di tengah penduduk yang, seperti disebut dalam satu liriknya, berjumlah sekitar "seratus tiga puluh lima juta" (waktu itu). Bahkan sikap politik Rhoma Irama, pilihannya kepada PPP untuk dikampanyekannya, lebih terasa sebagai perwujudan sikapnya yang bulat untuk "bangkit dari bawah" atau mewakili lapisan itu. Di situ jugalah faktor agama dalam musiknya bukan hal yang aneh. Nasihat budi pekerti, anjuran beribadah, petuah untuk bersikap adil, juga dalam pengertian sosial, yang semuanya kemudian menjadi lebih jelas bersosok sebagai ajaran agama dengan membacakan ayat Alquran dalam pengantar atau menyanyikannya sebagai saduran, dalam dunia musik di kalangan rakyat ternyata tidak mengejutkan untuk berada di jalan yang juga ditempuh lagu-lagu cinta, mimpi duniawi, dan roman-romanan. Rhoma bukan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Skandal Bapindo dalam Irama Jazz
1994-05-14Harry roesli dan kelompoknya mengetengahkan empat komponis muda, dan kembali menggarap masalah sosial. dihadirkan juga…
Ngeng atau Sebuah Renungan Sosial
1994-05-21Djaduk ferianto, yang banyak membuat ilustrasi musik untuk film, mementaskan karya terbarunya. sebuah perpaduan musik…
Aida di Podium yang Sumpek
1994-05-21Inilah karya kolosal giuseppe verdi. tapi london opera concert company membawakannya hanya dengan enam penyanyi,…