Perpisahan Di Israel
Edisi: 23/14 / Tanggal : 1984-08-04 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :
PERISTIWANYA dimulai dengan damai-damai saja: mereka bergerak santai di jalan-jalan kota Yerusalem. Ini tampaknya dimungkinkan karena pemerintahan Begin baru saja menerima laporan tentang pembantaian di Sabra dan Shatila - yang membuatnya lengah dan tidak langsung bereaksi. Tetapi yang membikin Begin terperangah adalah yang menyertai demonstrasi Februari 1983 itu: tuntutan agar Pemerintah mundur.
Para peserta arakan banyak miripnya dengan kaum demonstran anti-Perang Vietnam pada 1960an. Menamakan dirinya gerakan Damai Sekarang, mereka adalah "orang Israel baik-baik" - kaum terhormat dalam masyarakat. Para perwira tentara cadangan, mahasiswa, para ahli, kaum cerdik pandai, kaum tengah kiri dari kelas menengah-atas, yang hampir semuanya dari golongan Ashkenazim Yahudi-Yahudi kelahiran Eropa Timur.
Menurut Lesley Hazleton, yang menulis Israel yang Lain dalam majalah Esquire, April 1984, mereka mendapatkan rekan tanding. Yaitu para pendukung keras pemerintahan Begin, yang berdatangan naik bis dari kota tetangga Yerusalem, Beit Shemesh. Mereka terdiri dari golongan masyarakat kebanyakan yang umumnya orang Sephardim - Yahudi asal Timur Tengah dan Afrika Utara. Para kontrademonstran ini turun ke jalan-jalan mengganggu peserta arakan Damai Sekarang. "Hei, kalian profesor. . . kalian dosen!" mereka berteriak mengejek, sementara lainnya berseru mengelu-elu, "Begin, Raja Israel ! "
"Mereka harusnya sudah memanggang kalian di tungku Auschwitz!" teriak salah seorang di antaranya. "PLO tersayang! Mestinya kalian berada bersama kawan-kawanmu di Sabra dan Shatila, biar sekalian saja mereka bunuh!"
Keberingasan kata-kata segera meningkat dalam kebuasan tindakan. Para anggota Damai Sekarang mulai diludahi, dipukuli, ditendangi. Seorang kontrademonstran menjambak seorang mahasiswa ilmu politik, Emil Grunzweig. Dengan air liur meleleh, urat leher tegang, seluruh wajahnya diwarnai kebencian, sang tukang ganyang menyumpah, "Tunggulah, kau akan kami sudahi sebelum malam ini berubah menjadi pagi!"
Satu jam kemudian, di luar Kantor Perdana Menteri, sebuah granat tangan dilemparkan ke kerumunan demonstran Damai Sekarang. Beberapa orang cedera. Emil Grunzweig terbunuh.
Ini adalah letupan paling ganas dari ketegangan etnis orang Israel. Bukan antara Yahudi dan Aral, tapi antara Sephardim dan Ashkenazim. Perbedaan begitu tajamnya, sehingga jika mereka berbicara tentang perkawinan campuran di Israel, yang dimaksud bukan antara Yahudi dan Arab, tetapi antara Sephardim dan Ashkenazim. Juga bila mereka memperbincangkan pembauran di sekolah, atau "rukun antartetangga".
Ungkapan pelembut untuk itu adalah "kesenjangan sosial". Tetapi karena garis etnis sangat paralel dengan garis sosio-ekonomis, Wartawati Hazleton yang pernah meliput di Yerusalem antara 1966 dan 1979 - lebih suka menyebutnya "kesenjangan etnis". Itulah kesenjangan antara elite Ashkenazim yang mendirikan negeri itu, dan masih mengontrol hampir semua posisi kekuasaan - dan mayoritas Sephardim, yang kini merupakan 65% penduduk. Yang terakhir ini sejak lama dikenal sebagai Israel "yang lain", atau Israel "yang kedua".
Dan sekarang, hampir 36 tahun setelah didirikannya negeri itu, Israel "yang kedua" itu mulai memperdengarkan suara. Mereka mempertanyakan nilai-nilai universal dan sosialis yang menjadi pondamen ketika Israel didirikan Ashkenazim.
Salah satu ironi sejarah yang bengis mulai dipertontonkan: negeri yang selalu dicita-citakan sebagai bagian utuh Timur Tengah itu kini dapat melihat apa yang terjadi, tapi bukan sebagai yang dicita-citakan semula. Yang diimpi-impikan malah kebudayaan Barat, satu-satunya yang dianggap mampu "memperadabkan" dan mengubah pengaruh Timur Tengah. Sebaliknya, pengaruh Timur Tengah justru sedang mengubah negeri itu dari dalam.
Ashkenazim, yang liberal itu, lalu merasa terkepung oleh apa yang mereka anggap arus deras Levantinisme. Bagi mereka suara Sephardim adalah suara "orang jalanan", "si Israel yang buruk". Hingga saat ini suara mereka tidak pernah dianggap. Mereka membawakan gema kemiskinan: rata-rata penghasilan Sephardim 40% di bawah Ashkenazim. Mereka berpendidikan buruk: hanya 17% yang menjadi mahasiswa. Di bidang kekuasaan pun mereka lemah: hanya 20% menjadi anggota Knesset.
Itulah suara yang, jika berbicara bahasa Yahudi dengan cepat, dapat dikenal aksen Arabnya yang kental. Suara orang-orang yang tampangnya lebih mirip Arab ketimbang Yahudi Barat, dengan kulit lebih gelap dan tubuh lebih ramping. Mereka juga pemilik suara kejahatan, pecandu minuman keras dan tukang ganja, kaum pengangguran, yang dengan sah menjadi monopoli kaum kelas kambing Sephardim.
Mereka datang dari Libya dan Iran, Irak dan Mesir, Marokko, Aljazair, Turki, Yaman - dari seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara - setelah kemenangan Israel atas negeri-negeri Arab dalam Perang Kemerdekaan 1948.
Mereka datang ke negeri yang sedang mulai dari nol - sedang bertarung menanggulangi masalah perumahan yang langka, pengadaan lapangan kerja, sarana pendidikan, bahkan bahan makanan. Di atas segala-galanya, mereka datang ke negeri yang kendati secara geografis berada di Timur Tengah dikuasai sepenuhnya oleh Yahudi Eropa.
Ideologi nasional menuntut agar pendatang baru memutuskan diri dengan masa lalunya di negeri-negeri Arab, dan berbaur ke dalam kebudayaan Israel baru. Hal itu gampang diucapkan, tapi tidak mungkin dilaksanakan. Migrasi massal dari negerinegeri Arab melipatduakan jumlah penduduk Yahudi Israel dalam masa hanya tiga tahun. Tidak seorang tahu bagaimana menangani jumlah itu - atau jenis penduduk seperti itu.
Ada sejumlah kecil kaum Sephardim yang kaya dan berpendidikan tinggi, tapi sedikit di antara mereka yang mau datang ke negeri-negeri yang relatif miskin - mereka lebih suka Prancis atau AS. Mereka yang mara ke negeri-negeri yang papa, karena merasa-tidak ada pilihan lain.
Ke dalam golongan terakhir itu termasuk para petani dari Pegunungan Atlas, Marokko, yang mendirikan gubuk di dalam gua-gua, dan orang-orang Yaman, yang menganggap pesawat udara mirip permadani terbang. Yang lain datang dari lembahlembah yang penuh sesak dengan para mellah, dari kampung-kampung Yahudi di sejumlah kota Afrika Utara. Taraf kehidupan mereka sangat berbeda dengan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…