Melukis Pelangi Di Layar Perak

Edisi: 31/37 / Tanggal : 2008-09-28 / Halaman : 67 / Rubrik : LAY / Penulis : Leila S. Chudori, Yugha Erlangga,


Sembilan anggota Laskar Pelangi itu hanya berdiri, tanpa suara, tanpa kata. Ibu Muslimah menahan air mata sekuat tenaga. Mereka semua memandang sosok Lintang yang gosong oleh matahari, sebuah sosok jenius yang ”menyelamatkan” sekolah mereka dalam lomba cerdas cermat melawan sekolah-sekolah besar yang menakutkan itu. Kedua tangan Lintang yang kurus memegang setang sepedanya dan meninggalkan mereka. Tak ampun lagi, Ikal berlari dan berlari mengejar Lintang dengan mata yang basah. Dia tahu, tak ada gunanya mengejar Lintang yang semakin jauh. Tak ada yang bisa menangkis tragedi yang menimpa Lintang.

Ini adalah salah satu cuplikan adegan film Laskar Pelangi karya Riri Riza yang paling merobek hati, yang sama sekali tidak melibatkan dialog apa-apa, kecuali sebuah gambar yang sederhana, namun memberi efek ledakan dalam jiwa.

Bagi mereka yang sudah membaca novel karya Andrea Hirata dengan judul yang sama, adegan yang diutarakan dalam beberapa halaman itu cukup diberi satu gambar yang efektif. Sebuah perpisahan antara Lintang dan kawan-kawannya yang menyesakkan dada.

Film sepanjang 2 jam 5 menit yang memakan ongkos Rp 8 miliar, melibatkan belasan pemain asli Belitung dan belasan aktor dan aktris terkemuka, akan bisa dinikmati di bioskop mulai pekan ini. Setelah sutradara Riri Riza dihinggapi puluhan sariawan karena senewen, dan produser Mira Lesmana digenjot migrain tak berkesudahan, film yang baru saja diproses di Bangkok, Thailand, ini akhirnya aman tiba di Jakarta.

”Terus terang, saya rada senewen,” kata Mira, ”para pembaca fanatik novel Andrea Hirata pasti akan membanding-bandingkan film ini dengan novelnya.” Itu memang sebuah risiko mengangkat sebuah film dari novel yang sudah dibaca ratusan ribu orang. Sebetulnya Mira (maupun Riri) tak perlu senewen jika penonton memang paham bahwa novel dan film adalah dua hal yang berbeda. Yang pertama seni bertutur dengan kata, sedangkan Riri bertutur dengan gambar dan bunyi.

Novel Laskar Pelangi—yang oleh pengarangnya disebut sebagai memoar—bertutur tentang sekelompok anak Belitung yang berjuang untuk mempertahankan sekolahnya yang hampir tutup karena kekurangan murid. Pada babak awal novel ini, Andrea Hirata cenderung pedantik, sibuk mendidik dan memperkenalkan pembaca tentang Belitung, tentang perbedaan kelas antarwarganya. Kebanggaan dan kecintaan sang penulis terhadap Belitung dan kepada tokoh-tokohnya begitu dalam dan luar biasa, hingga kosa kata hiperbolik yang digunakannya menjadi kelemahan sekaligus kelebihannya. Misalnya:

”Superb! Anak pesisir, superb!” puji Bu Mus.

Atau ini:…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…