Merindukan Rumi Di Iskandarsyah

Edisi: 32/37 / Tanggal : 2008-10-05 / Halaman : 92 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Idrus F. Shahab, Sita Planasari, Munawwaroh


NAMANYA Rumi Cafe. Berlokasi di Jalan Iskandarsyah yang mengarah ke Kemang, kawasan elite di Jakarta Selatan, ia diharapkan menjadi tempat hangout terbaru untuk kaum belia Ibu Kota. ”Saya berniat menjerat anak muda masuk surga,” kata Arief Hamdani, Presiden Haqqani Sufi Institute of Indonesia, sembari tertawa.

Rumi Cafe memang bukan seperti kafe biasa. Tempat ini tidak menyediakan minuman beralkohol. Namun nuansa tenang dan damai langsung menyapa siapa saja yang datang. Hot spot ini digadang-gadang Arief sebagai tempat bertemu, berdiskusi, sekaligus menikmati sema atau whirling dervishes, tarian sufi yang berputar-putar itu, yang diperkenalkan Jalaluddin Rumi, sufi agung abad ke-13.

Kafe kaum spiritualis ini menempati sebuah rumah toko berlantai dua. Dinding interiornya dicat abu-abu tua. Sejumlah buku dan foto tokoh sufi, termasuk Rumi, dipajang berjajar di etalase. Begitu hendak menaiki tangga, ups, ada manekin pria berbusana whirling dengan topi khas, sorban, dan jubah hitam. Setiap akhir pekan, di sini dipera­gakan tari whirling. ”Siapa pun yang terjebak macet pasti ingin tahu sajian kami,” kata Arief.

Rumi, whirling, tasawuf? Inilah gejala sosial yang pada Ramadan ini kian marak: sufi perkotaan. Tak usah berburu jauh-jauh ke Bagdad atau Istanbul untuk asyik-masyuk dengan dunia kaum sufi yang menjanjikan kedamaian dan cinta ini. Cukuplah nikmati cara baru berzikir dan ”mencari Tuhan” di Jakarta. Ini tentu saja tak lepas dari gaya hidup para eksekutif, konsumen utama gejala urban ini.

Coba lihat di Padepokan Thaha atau Majelis Taklim Misykatul Anwar di Jalan Senopati, Jakarta. Di situ, pekan lalu, Anand Krishna menyampaikan pikirannya tentang sufisme dewasa ini. Di dalam ruangan 10 x 10 meter persegi yang penuh pendengar serius, penulis puluhan buku spiritual itu ber­ujar, ”Sufi harus berani hadir ke pasar, ke market place.” Malam itu, Anand didaulat sebagai pembicara tamu di Padepokan Thaha.

Ia membuka pembicaraan dengan pertanyaan yang memancing: mengapa kaum sufi gagal membuat dunia…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…