Kh Sahal Mahfudh: Kita Majemuk, Kaya Budaya Dan Tradisi

Edisi: 32/37 / Tanggal : 2008-10-05 / Halaman : 115 / Rubrik : WAW / Penulis : Arif Kuswardono, Sohirin,


DIA ulama yang punya otoritas tertinggi di negeri ini. Dua jabatan penting sekaligus diembannya: Rais Aam Syuriah Nahdlatul Ulama dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Kiai Haji Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh menguasai berbagai kitab fikih klasik. Dia bahkan telah menelurkan beberapa buku fikih dan dikenal sebagai orang yang mempopulerkan fikih sosial.

”Romo Kiai”—begitu santrinya biasa memanggil—adalah orang yang konsisten memandu Nahdlatul Ulama sesuai dengan Khittah 1926. Itu sebabnya ia masygul ketika sebagian besar pengurus Nahdlatul Ulama terjun ke politik praktis. ”Praktek khittah di NU sekarang sedang macet,” kata pengasuh Pondok Maslakul Huda di Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, itu.

Kiai Sahal menyentil tindakan oknum pengurus itu lewat mekanisme organisasi. ”Semua orang NU sebenarnya sudah paham gaya saya,” kata penerima gelar doktor honoris causa bidang fikih dari Universitas Islam Negeri Jakarta pada 2003 itu. ”Saya bukan orang yang suka umbar omong,” kata suami Nafisah—atau dikenal dengan Nyai Sahal—anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jawa Tengah, itu.

Pada usia 70 tahun, KH Sahal Mahfudh harus tetap bolak-balik Jakarta-Pati. Namun, selama Ramadan, ia memilih tinggal di pondok untuk mengaji bersama santri, dan menolak bepergian. ”Masak, setahun enggak bisa khatam Al-Quran sekali pun,” katanya.

Ketika Arif Kuswardono dan Sohirin dari Tempo menemuinya, Sabtu pekan lalu, sejumlah santrinya mengatakan sang kiai sedang sakit. Bibir Kiai Sahal memang terlihat mengering dan pecah-pecah. Namun ia mengaku masih fit dan bugar. ”Saya tidak pernah berolahraga. Resepnya mungkin karena makan saya tidak neko-neko,” ujarnya.

Kiai Sahal menerima Tempo di ruang tamu rumahnya yang berisi sofa sederhana dan kipas angin sumbangan santri. Bersarung batik dengan kemeja lengan panjang, pria yang sejak kanak-kanak ditinggalkan ayahnya—KH Mahfudh, wafat dalam tahanan Jepang—ini tidak banyak bergerak selama dua jam wawancara.

Sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama, bagaimana Anda menyikapi perseteruan antara Front Pembela Islam dan kelompok pembela Ahmadiyah, yang konon sama-sama berasal dari Nahdlatul Ulama?

Front Pembela Islam itu bukan Nahdlatul Ulama. FPI itu didirikan oleh habaib. Jadi, FPI bukan NU, dan amaliahnya berbeda. Wong FPI itu Wahabi kok, sementara NU itu Ahlussunnah Wal Jamaah.

Bukannya Nahdlatul Ulama juga mengakui habaib?

Wahabi itu tidak cocok dengan Indonesia, karena Wahabi hanya mengenal Al-Quran dan sunah. Yang tidak ada dalam Al-Quran dan sunah dianggap sesat. Kalau ini diterapkan di Indonesia, tidak cocok. Kita majemuk, kaya budaya dan tradisi. Sepanjang tidak bertentangan, meski tidak disebut di dalam Al-Quran atau sunah, tidak apa-apa.

Bagaimana dengan sebagian kalangan muda Nahdlatul Ulama yang membela Ahmadiyah?

Mereka membela atas nama hak asasi manusia. Tapi mereka lupa, Ahmadiyah itu…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…