Mimpi Setelah Lahir Kembali

Edisi: 35/37 / Tanggal : 2008-10-26 / Halaman : 18 / Rubrik : KEC / Penulis : Tim Tempo, ,

MALAM-malam deadline pada Oktober sepuluh tahun silam. Goenawan Mohamad, ketika itu 57 tahun, pemimpin redaksi, hampir selalu menjadi penunggu kantor di Jalan Proklamasi 72. Sebenarnya tempat itu adalah rumah toko yang dibeli untuk memelihara koleksi perpustakaan. Segalanya serba bersahaja, jauh berbeda dengan kantor yang ditempati sebelum pembredelan, sebuah gedung mentereng di kawasan Kuningan.

Di kantor yang atapnya sampai sekarang sering bocor itulah Mas Gun—begitu kami menyapanya—sering kali terlihat tertidur di kursi ruang komputer desain di lantai 4. Lewat tengah malam, dia bangun, memandangi layar komputer, dan ia siap mengayunkan ”pisau” editing. Lepas dini hari ia baru pergi—atau tertidur kembali, di kursi yang sama.

Suatu malam, Mas Gun turun dari tangga lantai 4. Wajahnya murung. Kepada Toriq Hadad, waktu itu redaktur eksekutif, dia mengutarakan keraguannya. ”Bagaimana, ya, nanti kesan pembaca. Tulisan teman-teman masih berat betul,” ujarnya pelan. Ia gundah, tapi jelas tak ingin tim ”baru”-nya kehilangan semangat. GM—inisial namanya—baru saja menyunting tulisan seorang redaktur yang, menurut dia, amat berantakan.

Kegundahan itu sangat beralasan. Menjelang terbit kembali, tidak banyak wartawan Tempo era sebelum pembredelan Juni 1994 yang bergabung. Mereka sudah bekerja di banyak media lain. Bambang Bujono, wakil redaktur eksekutif sebelum bredel, misalnya, menjadi Pemimpin Redaksi Majalah D&R, anak usaha PT Grafiti Pers, yang membikin heboh dengan cover story kartu bergambar Soeharto bermahkota raja. Ketika Tempo terbit kembali, majalah D&R yang dimiliki para pendiri Tempo itu kemudian berpindah-tangan ke Grup The Jakarta Post. Bambang Bujono baru bergabung setahun kemudian, ia menjadi editor Pusat Data…

Keywords: -

---

Foto Terkait