Robohnya Dinding Politik Islam

Edisi: 44/14 / Tanggal : 1984-12-29 / Halaman : 12 / Rubrik : NAS / Penulis :


DEPOLITISASI Islam. "Isu" ini mendadak mencuat, setelah Muktamar NU ke-27 usai. Banyak yang menafsirkan keputusan Muktamar yang memhehaskan warga NU untuk menyalurkan aspirasi politiknya lewat orgamisasi politik mana pun, sebagai kemunduran peranan Islam dalam politik.

NU memang ormas Islam terbesar, dan dengan melepaskan baju politik praktisnya, memang bisa ditafsirkan telah terjadi depolitisasi Islam. Dilepaskannya asas Islam dan tanda gambar Ka'bah oleh PPP juga menambah anggapan itu: kini juga terjadi deislamisasi politik. Bahkan deislamisasi politik dalam PPP inilah yang dianggap mengakibatkan depolitisasi Islam.

Bendera Islam tampaknya kini memang tidak lagi dikerek lewat partai. Namun apakah itu berarti Islam di Indonesia, artinya yang semula bernaung dalam PPP, sama sekali akan meninggalkan gelanggang politik?

Rais am NU yang baru saja terpilih dua pekan lalu, Kiai Achmad Siddiq, tegas membantah. "Tidak ada manusia di bumi ini yang meninggalkan soal politik. Partai politik bukan satu-satunya alat perjuangan," katanya pekan lalu. Tentang penyaluran aspirasi dalam pemilu mendatang, menurut Siddiq, "Bagi NU gampang saja. Yang penting, warga NU tidak golput."

Pendapat serupa dikemukakan Abdurrahman Wahid, ketua Tanfidziyah NU. "Islam adalah agama yang legal formalistis, hingga tak bisa dipisahkan dengan politik," katanya.

Ia membedakan politik dalam arti partisipasi dan dalam arti fungsi. Menurut dia sekarang aspek yang berbeda itu dipisahkan sekali. "Umat Islam diminta untuk tidak terlalu berpolitik praktis. Kalaupun mau juga, jangan memakai baju Islam," katanya. Tapi fungsi politik masih dijalankan, misalnya lima tahun sekali ikut pemilu. "Dengan demikian, depolitisasi Islam bisa berarti menurunkan kadar partisipasi politik tanpa menghilangkan fungsi politik," tambahnya.

Menteri Agama Munawir Sjadzali menjelaskan. "Saya belum yakin bahwa dengan ketentuan tiap parpol dan ormas harus menerapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan bernegara dan berbangsa, berarti mendepolitisasi Islam," katanya Senin pekan ini. Alasannya: Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. "Bahkan Pancasila merupakan perumusan yang sangat sistematis dari prinsip dan kode etik kenegaraan Islam."

Kalau toh PPP bukan partai Islam, menurut Menteri Munawir, juga bukan berarti depolitisasi Islam. Sebagai bukti ditunjukkannya GBHN hasil sidang umum MPR 1983, yang sangat berjiwa agama. "Misalnya tujuan nasional kita yang bertujuan menciptakan manusia…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?