Tumbang Bersama Sawit
Edisi: 41/37 / Tanggal : 2008-12-07 / Halaman : 68 / Rubrik : SUR / Penulis : Muchamad Nafi, Jupernalis Samosir ,
ASAP tak putus mengepul dari mulut Sumanto Sartono. Tiga batang rokok sudah ia habiskan dalam percakapan tak lebih dari sepuluh menit. Setiap pertanyaan hanya dijawab ya atau tidak oleh lelaki berperawakan kurus itu. Dengan sedikit senyum di ujung bibir, ia mohon diri.
Maimunah, istri Sumanto, mengatakan sudah sebulan suaminya menjadi pendiam dan perokok berat. Jangankan terhadap orang lain, kepada keluarganya Sumanto sering tak acuh. Padahal dulu ia dikenal sebagai pria ramah yang juga banyak cakap. Sekarang, warga Desa Pantai Raja, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Riau, itu lebih sering mengurung diri di kamar. Ia keluar bila ada perlu ke kamar mandi.
Menurut Maimunah, segepok persoalan tengah mengimpit suaminya. Pangkalnya adalah harga kelapa sawit yang ambruk. Sejak September lalu Sumanto tak bisa menambah kas rumah tangga. Bahkan, selepas Lebaran, pendapatannya nol karena ia tak mau lagi memanen 20 hektare kebun sawitnya. Alasannya, harga satu kilogram sawit hanya Rp 250, lebih kecil daripada ongkos panen yang mencapai Rp 300. Makin murahnya harga tandan buah segar ini terjadi…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Masih Terganjal Bahan Pokok
2007-12-02Denyut perekonomian indonesia sepanjang triwulan ketiga yang lalu terus membaik. para pemimpin teras perusahaan juga…
Tumbuh Bersama Sejumlah Risiko
2008-06-08Pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama bisa jadi mengejutkan sejumlah kalangan. di tengah badai harga minyak…