Tentang Kota, Billboard, Mal

Edisi: 52/37 / Tanggal : 2009-02-22 / Halaman : 55 / Rubrik : LAY / Penulis : Seno Joko Suyono, Kurie Suditomo,


DI teras Galeri Nasional, tampak sebuah instalasi menggabungkan yang lampau dan kontemporer. Lajur-lajur seng selebar 25 sentimeter membentuk pola bujur sangkar dan persegi panjang yang berisi air. Pada dinding tertempel fotokopi besar etsa-etsa lama bergambar kapal VOC di Nusantara. Di atas air itu mengambang kapal mainan anak-anak yang diberi figur para penguasa Jakarta: Jan Pieter Zoen, Mega, Gus Dur, SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Dua pompa akuarium kecil membuat air mengalir, menyebabkan kapal bisa bergerak, berputar-putar, dan bertabrak-tabrakan.

”Instalasi ini ibaratnya kanal-kanal Belanda,” kata Iswanto Hartono. Ia sehari-hari arsitek yang mengajar di Universitas Atma Jaya Jakarta. Ia melihat, dari zaman Jan Pieter Zoen Coen sampai SBY tidak ada kebijakan yang saling menyambung untuk mengatur negeri ini. ”Maka saya buat kapal-kapal berputar-putar di tempat,” katanya. Iswanto melihat peran VOC sering dilihat terlalu negatif. Orang lupa bahwa VOC selama 200 tahun mampu menjadi megakorporasi pertama di dunia ”Bayangkan, mereka memiliki perusahaan sampai daerah terpencil seperti Mongol,” kata seniman yang baru saja melakukan residensi di Tokyo ini.

Pernyataan Iswanto tentang VOC mungkin mengernyitkan dahi sejara-wan. Tapi, dipandang dari sudut seni rupa, karyanya memang terasa cocok diletakkan di depan untuk Biennale XIII. Perhelatan internasional yang menelan biaya sekitar Rp 2 miliar ini terbagi dua program besar: pameran outdoor yang dikuratori Ardi Yunanto, dan pameran indoor di Galeri Nasional serta Grand Indonesia yang dikuratori Agung Hujatnikajenong. ”Kami mengundang para perupa Asia Tenggara untuk merefleksikan kotanya,” kata Agung. Ia juga mengundang seniman Eropa-Amerika yang pernah melakukan art residence di Asia Tenggara.

Dari Indonesia hanya sedikit yang merefleksikan sejarah. Selain Iswanto, ada Jompet (Kuswidananto), yang menghadirkan sosok prajurit keraton. Anak Yogya ini menggantung elemen kostum prajurit: topi, sepatu, tambur, senjata. Kekuatan karya berjudul Java’s Machine Phantasmagoria ini terletak pada kemampuan Jompet meramu unsur elektrik. Ia membuat stick dapat memukul sendiri. Bunyi tambur dan genderang menyayat. Suaranya seperti suatu defile kekalahan. Karya ini dilengkapi video yang menampilkan seorang lelaki telanjang dada melakukan gerakan di tanur-tanur pabrik.

Kebetulan dua sosok yang berbicara tentang sejarah lewat seni rupa ini termasuk yang terkuat dalam Biennale XIII. Selain mereka, ada aneka rupa karya menggunakan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…