Setitik Asa Dari Pegunungan Tengah

Edisi: 08/38 / Tanggal : 2009-04-19 / Halaman : 53 / Rubrik : IMZ / Penulis : Adek Media, ,


Dari pinggang bukit Dolinggame, Dahina menggendong bayi perempuan dan menuntun anak lelakinya menuruni jalan setapak curam selama lebih dari dua jam. Siang pada peng­ujung Februari lalu itu mereka menuju lapangan pertemuan kampung. Di bawah terik matahari dan embusan sejuk angin Pegunungan Tengah yang mengeringkan kulit, di Puncak Jaya, Papua, Dahina dan ratusan warga Dolinggame berembuk membahas penggunaan uang bantuan pemerintah yang diterima kampung.

Buat Dahina, hidup terasa jauh dari ­ramah. Dolinggame nun di pelo­sok ­Pun­cak Jaya merupakan salah satu kantong permukiman suku Dani yang sulit dicapai dari seluruh penjuru angin. Jangan tanya jaraknya dari pusat kabupaten, Kota Mulia. Untuk mencapai Ilu, pusat distrik—sebutan kecamatan—warga harus menuruni lembah dan mendaki bukit berjam-jam. Seumur hidup, Dahina, yang tak tahu usianya sendiri, belum sekali pun menginjakkan kaki di Mulia. Tak ada angkutan umum, kecuali ojek bertarif Rp 300-600 ribu, tergantung kondisi jalan.

Sebulan sekali, perempuan yang cuma mengenakan rotali itu—temali dari kulit pohon yang dianyam buat penutup tubuh bagian bawah—turun ke Ilu. Ia menjual hasil kebun yang di­pa­nen suaminya: ubi, talas, dan ­sayuran. Dari rumah, ia menempuh empat jam untuk mencapai pasar. Hasil bumi yang ia angkut dengan noken, tas tradisio­nal warga, hanya laku seribu rupiah. Sering pula barang dagangannya terpaksa dibuang lantaran tak ada pembeli. ”Kalau sudah bisa mengumpulkan lima ribu, saya gunakan buat beli garam dan penyedap rasa,” katanya dalam bahasa Dani.

Tidak banyak yang bisa diperoleh dengan pendapatan sebesar itu. Perempuan yang mengenakan kalung taring babi ini mesti mengingat keras ketika ditanya kapan terakhir kali ia makan nasi. ”Dulu ada pembagian beras,” katanya, setengah tak yakin. Harga be­ras pera yang sudah lusuh dan berkutu mencapai Rp 25 ribu per kilogram. Beras ini dipasok dari Jayapura lewat Wamena, kota terbesar di Pegunungan Tengah. Hanya ubi dan talas yang menjadi makanan pokok, ditambah daun pa­kis. Itu pula menu sehari-hari anaknya setelah tak lagi menetek.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…