Bapindo Pecah Semua Cari Pelampung
Edisi: 01/24 / Tanggal : 1994-03-05 / Halaman : 26 / Rubrik : NAS / Penulis : IQH
SUBEKTI Ismaun tak mudah lagi dijumpai di Enteos Club, Jakarta, seperti hari-hari sebelumnya. Bekas Direktur Utama (dirut) Bapindo yang menjadi chairman klub eksekutif di Gedung BRI, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta itu, sejak meletus kasus Eddy Tansil, seperti pindah rumah ke "jalanan". Tiap hari dia berkeliling. "Saya merasa dituduh sebagai pelaku kriminal yang menggelapkan uang negara sekian triliun. Saya merasa tak aman," kata lulusan FE UI yang berkarier di Bapindo sejak 1963 ini. Yang juga dirasanya berat: wartawan terus mengejarnya.
Itu tak aneh. Setelah Pengusaha Eddy Tansil dan kemudian bekas Wakil Kepala Bapindo Cabang Jakarta Maman Suparman ditahan Kejaksaan Agung, orang pun menunggu pertanggungjawaban Subekti Ismaun. Dialah direktur utama bank pemerintah itu ketika akad kredit ratusan miliar rupiah untuk Eddy Tansil disetujui. Orang pun ingin mendengar suaranya, tapi ia mengelak bertemu dengan wartawan.
Ketika TEMPO mengontaknya, pertemuan pun diatur mirip film All The President's Men. TEMPO harus menunggu di suatu tempat, dan di sana, tempat wawancara akan ditentukan. Akhirnya, Rabu pekan lalu, wawancara berlangsung di sebuah taman yang sepi di kawasan Jakarta Pusat, sambil lesehan. Ini, tampaknya, merupakan wawancara khusus pertama yang diberikan Subekti kepada wartawan, setelah kasus Eddy Tansil meletus. "Terus terang saya malu bertemu di sini. Apa boleh buat, Dik, ini soal keselamatan," kata orang Yogyakarta yang kini 55 tahun dan ayah empat anak itu.
Toh guyonnya tetap segar. Dia berseloroh soal iklan Bapindo di TV swasta, seorang gadis manis berkata: Apa bisa saya bantu? "Sekarang cocoknya gadis itu berkata: 'Apa bisa saya banting?'," ujarnya tertawa getir. Upaya membangun citra Bapindo, prioritas kerjanya sebagai direktur utama bank itu dari tahun 1986 sampai 1992, kini terasa sia-sia. Kasus Eddy Tansil meremuk-redamkan segalanya.
Padahal, andil Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia ini tak dapat dikatakan kecil di Bapindo. Pada 1977, dia menjabat kepala keuangan dan akuntansi. Pada 1980, ia raih pangkat direktur yang membidangi urusan luar Jawa dan kredit maritim. Dan pada Januari 1986, Menteri Keuangan Radius Prawiro melantiknya sebagai direktur utama, menggantikan Ir. Kuntoadji.
Ujian pertama datang cukup berat. Bapindo, yang banyak mengucurkan kredit di bidang maritim, mendapat pukulan hebat, sejak awal 1980-an. Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, ekspor kayu gelondongan dilarang. "Kapal log carrier yang dibeli dengan kredit Bapindo terbengkalai dan jadi besi tua karena tak bisa dipakai," ujarnya mengenang masa sulit itu.
Brankas Bapindo pada masa awal itu juga tak menggembirakan. Bank itu dalam kondisi rugi sekitar Rp 700 juta tahun itu. Asetnya tercatat hanya Rp 1,4 triliun. "Maka, sasaran saya adalah menyehatkan kondisi Bapindo dan menghapus citra Bapindo sebagai bank yang lamban," ujarnya. Kredit dikucurkan dan prosedur pemberiannya dipersingkat. Toh dia kena getah: dituduh lebih miring ke pengusaha nonpri. "Pernah saya disarankan oleh seorang pejabat Departemen Keuangan untuk membantu seorang pengusaha pribumi terkenal. Ternyata, setelah saya selidiki, dia punya kredit macet Rp 400 miliar.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?