Mengapa Gerilyawan Palestina Di ...
Edisi: 44/15 / Tanggal : 1985-12-28 / Halaman : 16 / Rubrik : LN / Penulis :
SEBUAH berita pendek telah mendahului kedatangan Yasser Arafat di Amman, Yordania, akhir pekan lalu. "Arafat akan menerima Resolusi PBB 242 dengan syarat PLO dibolehkan ikut serta dalam satu konperensi perdamaian internasional untuk Timur Tengah," tulis harian berbahasa Arab, El-Quds, yang terbit di Yerusalem. Sumber berita tidak disebutkan, tapi pemimpin redaksi El-Quds adalah Mahmoud Abu Zalaf, bersama sejumlah tokoh Palestina, awal Desember ini berunding dengan Asisten Menlu AS Richard Murphy di kota suci itu.
Tidak ada yang baru tentu saja, kecuali bahwa misi Murphy mulai aktif lagi. Satu sumber tepercaya di Washington menambahkan, AS bersedia menerima konperensi internasional untuk mengatasi konflik Timur Tengah, dengan catatan, Uni Soviet tidak mungkin berperan sebagai peserta. Alasannya: Moskow belum mencairkan hubungan diplomatik dengan Tel Aviv, sejak Israel melancarkan Perang Enam Hari, 1967.
Bagaimana dengan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina)? Akankah ia tampil sebagai pemeran utama atau bintang tamu di meja perundingan nanti? Atau cukup sebagai peninjau, ataupun cuma pemain di luar garis? Sampai di sini masalahnya menjadi ruwet. AS dan Israel sejak dulu bersikeras agar PLO di biarkan menunggu di luar garis. Kondisi ini rupanya tidak bisa ditawar-tawar lagi, bahkan termaktub dalam sebuah perjanjian. Kalaupun konperensi Timur Tengah itu nanti terlaksana, maka AS dan Israel menghendakinya sebagai konperensi terbatas, tanpa Uni Soviet dan RRC. Padahal, kesepakatan Februari lalu, Hussein-Arafat sebaliknya menggariskan, supaya konperensi itu dihadiri juga oleh semua anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB dengan PLO sebagai peserta yang statusnya setaraf.
Pers Barat bisa saja menuduh Arafat "tidak pragmatis", tapi PLO memang tidak punya pilihan lain. "Kartu-kartu militer kami sudah tidak ada lagi," kata seorang tokoh PLO di Tunis. "Jika kartu politik kami juga dirampas, lalu apa lagi yang bisa kami pertaruhkan?" Washington bukan tidak memahami kegawatan posisi PLO, begitu pula Israel. Agar proses perdamaian tidak buntu sama sekali, PM Shimon Peres lalu mengadakan pendekatan pada Raja Hussein. Kedua pemimpin itu kabarnya berunding empat mata di London, bahkan Peres ingin berkunjung ke Amman, paling lambat Desember ini. Seiring dengan itu, Raja Hussein melancarkan terobosan ke Damaskus, demi mengakhiri sengketa Yordania-Syria yang berkecamuk sejak 1978.
Harus diakui bahwa belakangan ini diplomasi mencatat kemajuan di Timur Tengah, bahkan pesat sekali. Dan itu terjadi hanya satu bulan sesudah Israel mengebom markas besar PLO di Tunis, yang berlanjut dengan pembajakan kapal pesiar Achille Lauro dan pembajakan Boeing 747 Egypt Air oleh AS. Tindakan Israel memang dikecam keras oleh mayoritas anggota PBB, tapi posisi PLO tampaknya sudah tidak tertolong lagi. Persis seperti tragedi Libanon, September 1982, kali ini Arafat juga mesti menelan pil yang terlalu pahit. Selain itu, Presiden Husni Mubarak, yang bermaksud mengamankan pembajak Palestina, justru dipermalukan oleh Presiden AS Ronald Reagan. Sesudah itu, situasinya benar-benar runyam.
Apa yang dilakukan Yasser Arafat? Ia dikabarkan berkeliling mencari dukungan, terakhir muncul di Baghdad. Waktu itu Presiden Irak Saddam Hussein menaburkan sambutan hangat kepadanya. Walaupun banyak direpotkan oleh perang melawan Iran, Saddam tak lupa memberi dukungan pada Arafat. Dan ini tidak terbatas…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…
Mandela dan Timnya
1994-05-14Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…